Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha memberikan keterangan pers terkait penetapan mantan Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi sebagai tersangka di Gedung KPK, Jakarta, Senin (11/7). KPK menetapkan Mohamad Sanusi sebagai tersangka Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dari hasil penerimaan suap terkait pembahasan Raperda reklamasi Teluk Jakarta. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A./Spt/16

Jakarta, aktual.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil anggota Komisi III DPR dari fraksi Partai Gerindra, Wihadi Wiyanto sebagai saksi dalam penyidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi berupa pemberian suap pengurusan anggaran pembangunan jalan di 12 ruas, di Sumatera Barat dalam APBN Perubahan tahun 2016.

“Wihadi diperiksa untuk tersangka IPS (I Putu Sudiarta) dan YA (Yogan Askan),” kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha di Jakarta, Kamis (18/8).

Selain Wihadi, KPK juga memeriksa Desrio Putra yang merupakan Wakil Ketua Dewan Pimpinan Daerah Sumbar Desrio Putro dalam perkara ini, Desrio diketahui juga berprofesi sebagai pengusaha.

Dalam kasus ini KPK menduga ada pengusaha lain yang ikut urunan memberikan suap kepada Putu Sudiarta.

“Diduga ada pengusaha lain yang ikut dan masih didalami lagi dari keterangan tersangka. Pengusaha itu diduga ikut di pertemuan IPS dan YA,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Kabiro Humas KPK Yuyuk Andriati.

KPK juga sudah memeriksa pengusaha lain dalam kasus ini yaitu Suryadi Halim alias Tando pada 16 Agustus 2016.

Kasus ini berawal dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK pada 28 Juni 2016 terhadap anggota Komisi III DPR dari fraksi Partai Demokrat I Putu Sudiarta, Sekretaris Putu Novianti, suami Novianti Muchlis, pengusaha Suhemi, pengusaha yang juga pendiri Partai Demokrat Sumbar Yogan Askan dan Kepala Dinas Prasarana, Jalan, Tata Ruang dan Pemukiman Sumbar Suprapto di beberapa lokasi di Jakarta, Padang dan Tebing Tinggi.

KPK menyita barang bukti transfer pemberian suap senilai Rp500 juta yang sudah diberikan secara bertahap yaitu Rp150 juta, Rp300 juta dan Rp300 juta. Penyidik juga menemukan 40.000 dolar Singapura yang masih diusut peruntukannya.

Uang suap diduga terkait rencana Dinas Prasarana Tata Ruang dan Pemukiman yang akan membuat 12 ruas jalan senilai Rp300 miliar selama 3 tahun menggunakan APBN Perubahan 2016. Hal ini menimbulkan keanehan karena Putu berada dalam komisi yang tidak mengurusi soal infrakstruktur.

(Ant)

Artikel ini ditulis oleh:

Antara
Nebby