Sebelumnya dalam sebuah diskusi di Cafe Warung Daun, Jakarta akhir pekan lalu, sejumlah kalangan menilai bahwa penetapan Nazaruddin sebagai JC merupakan blunder dari KPK. Pasalnya, sesuai ketentuan SEMA pihak yang berhak untuk menjadi JC adalah pelaku minoritas untuk mengungkap pelaku mayoritas. Sementara Nazaruddin merupakan pelaku utama dari berbagai tindak pidana korupsi.
“Soal JC, dalam surat edaran itu sangat jelas, pemberian JC bukan untuk pelaku utama. Pemberian JC oleh KPK ke Nazarudin itu menyalahi surat edaran MA. Dari ratusan proyek yang menyeret Nazar, cuma satu diproses, anehnya diberi JC pula,” kata Masinton Pasaribu, Politisi PDIP dalam diskusi di Warung Daun (23/9).
Setelah divonis dalam kasus Wisma Atlet, Nazaruddin sering mendapat remisi. Perlakuan khusus ini diduga lantaran dia menjadi JC. “Jadi yang seharusnya menjadi JC itu pelaku minoritas untuk mengungkap pelaku mayoritas. Kenapa ini justru pelaku mayoritas yang dijadikan JC,” katanya.
“Jangan jadikan dia (Nazaruddin) sebagai JC. Saya tidak sependapat, JC itu maksudnya untuk mencari ikan besar, big fish, kalau yang jadi JC big fish itu sendiri kan lucu,” tegas Abdul Fickar, pakar hukum pidana Universitas Trisakti.
KPK dalam pernyataannya pernah mengungkapkan bahwa Nazaruddin terlibat dalam 163 proyek pemerintah yang terindikasi korupsi. Melalui Permai Group, Nazaruddin yang saat itu menjadi bendahara partai Demokrat, menguasai dan mengatur berbagai proyek pemerintah. Selanjutnya proyek-proyek itu didistribusikan kepada pihak ketiga dengan mengutip fee dengan besaran 20 – 40 persen dari nilai proyek.
Artikel ini ditulis oleh:
Wisnu