Dari 14 jenis dokumen pendukung yang harus dilampirkan, wajib lapor kini hanya perlu melampirkan satu jenis yaitu dokumen kepemilikan harta pada lembaga keuangan dan cukup disampaikan satu kali saat wajib LHKPN pertama kali melaporkan harta dengan aplikasi e-LHKPN.
“Dengan dasar rendahnya kesadaran itu Kami punya pemikiran harus membuat sistem baru dan mudah diakses yaitu e-LHKPN agar nanti para penyelenggara negara baik eksekutif, legislatif dan yudikatif bisa dari rumah melaporkan. Harta yang terlalu banyak dan tidak bisa diketik satu hari bisa disimpan dulu dan disambung diketik keesokan harinya dan tidak harus datang ke sini, mudah-mudahan Januari nanti bisa berjalan 100 persen,” tambah Komisioner KPK Basaria Panjaitan.
Selain kepatuhan LHKPN, KPK juga mengimbau penyelenggara negara untuk menolak setiap pemberian gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan. Data Direktorat Gratifikasi, KPK sepanjang 2017 menerima sebanyak 1.685 laporan, 551 di antaranya dinyatakan milik negara, 37 ditetapkan milik penerima dan 278 laporan masih dalam proses penelaahan. Bila dilihat dari instansi pelapor, BUMN/BUMD merupakan institusi paling banyak yang melaporkan gratifikasi dengan 667 laporan, diikuti kementerian dengan 447 laporan, dan pemerintah daerah dengan 239 laporan.
“Dari laporan gratifikasi ini, total gratifikasi yang ditetapkan sebagai milik negara adalah senilai Rp114 miliar termasuk di dalamnya uang lebih dari Rp4,4 miliar yang telah dimasukkan ke kas negara dalam bentuk PNBP dan selebihnya berbentuk barang senilai Rp109 miliar,” ungkap Basaria.
Berdasarkan ketentuan para penyelenggara negara yang wajib menyerahkan LHKPN adalah: (1) Pejabat Negara pada Lembaga Tertinggi Negara; (2) Pejabat Negara pada Lembaga Tinggi Negara; (3) Menteri; (4) Gubernur; (5) Hakim; (6) Pejabat negara yang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan (7) Direksi, Komisaris dan pejabat structural lainnya sesuai pada BUMN dan BUMD; (8) Pimpinan Bank Indonesia; (9) Pimpinan Perguruan Tinggi Negeri; (10) Pejabat Eselon I dan II dan pejabat lain yang disamakan di lingkungan sipil, militer dan Kepolisian Negara Republik Indonesia; (11) Jaksa; (12). Penyidik; (13) Panitera Pengadilan; dan Pemimpin dan Bendaharawan Proyek; (14) Semua Kepala Kantor di lingkungan Departemen Keuangan; (15) Pemeriksa Bea dan Cukai; (16) Pemeriksa Pajak; (17) Auditor; (18) Pejabat yang mengeluarkan perijinan; (19) Pejabat/Kepala Unit Pelayanan Masyarakat; dan (20) Pejabat pembuat regulasi Sanksi bagi mereka yang tidak menyerahkan LHKPN tertuang pada diatur pasal 20 UU Nomor 28 Tahun 1999 yaitu pengenaan sanksi administratif sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.
Ant
(Wisnu)
Artikel ini ditulis oleh:
Antara