Jakarta, Aktual.com – Sekitar puluhan massa yang mengatasnamakan Komite Tangkap dan Penjarakan (KTP) Ahok geram dengan lambannya penyelidikan kasus dugaan korupsi pengadaan lahan RS Sumber Waras, Grogol, Jakarta Barat.

Padahal, sekira sebulan lalu, 7 Desember 2015, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI telah menyerahkan hasil audit investigatif terkait proyek pengadaan lahan tersebut kepada KPK.

“Dan secara gamblang audit itu menyatakan ada kesalahan prosedur dalam Sumber Waras dan berdampak pada kerugian negara Rp191 miliar,” ujar Koordinator Lapangan (Korlap) Aksi KTP Ahok, Raden Hidayatullah, saat berorasi di depan Gedung lama KPK, kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (8/1) siang.

Dalam audit tersebut, lanjutnya, juga membantah secara tegas klaim-klaim Gubernur DKI, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), bila pengadaan lahan itu sesuai prosedur.

Misalnya, tahapan perencanaan pembelian lahan milik Yayasan kesehatan Sumber Waras (YKSW) ini dilakukan tanpa kebijakan umum anggaran serta prioritas plafon anggaran sementara (KUA-PPAS) yang merupakan dasar pembahasan rancangan anggaran pendapatan dan belanja daerah perubahan (RAPBD-P) DKI 2014.

Kemudian, klaim pengadaan tanah yang merujuk pada sertifikat Badan Pertanahan Nasional (BPN) tanggal 27 Mei 1998 dengan sertifikat hak guna bangunan (HGB) No. 2878, bertentangan dengan Peraturan Presiden (Perpres) No. 71/2012 dan Pasal 33 UU No. 2/2012, dimana seharusnya merujuk peta lokasi dan bidang tanah.

Lalu, melonjaknya nilai jual objek pajak (NJOP) lahan RS Sumber Waras menjadi Rp20,7 juta pada 2014 dari Rp12,2 juta pada tahun sebelumnya, dilakukan anak buah Ahok, yakni Dinas Pendapatan Pajak DKI. Sebab, Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak tak lagi mengurusi hal ini sejak 2013.

“Peningkatan NJOP secara signifikan ini juga melanggar Pasal 7, 13, dan Pasal 19 UU No. 2/2012,” bebernya. Apalagi, imbuhnya, NJOP bukan dasar transaksi jual-beli lahan, namun demi kepentingan perpajakan.

Fakta tersebut, menurut Raden, juga menunjukkan Ahok bukanlah orang suci sebagaimana yang sering digembar-gemborkan pejabat asal Belitung itu.

“Namun, KPK lamban dalam mengusut kasus Sumber Waras. KPK seperti kerupuk yang tidak pernah dimakan bertahun-tahun, melempem,” cibirnya.

Laporan: Fatah Sidik

Artikel ini ditulis oleh: