Jakarta, Aktual.com – Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menyita data terkait aliran dana dan sejumlah barang bukti dalam penyelidikan kasus dugaan korupsi saat penggeledahan di rumah Gubernur Maluku Utara, Abdul Ghani Kasuba, serta beberapa lokasi lainnya.
“Ditemukan dan diamankan berbagai dokumen terkait proyek, data aliran uang dan sejumlah uang, serta barang elektronik,” kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi di Jakarta, Jumat (22/12).
Penyidik melibatkan beberapa lokasi dalam penggeledahan, termasuk rumah Abdul Ghani Kasuba di Jakarta, rumah dinas gubernur Maluku Utara, beberapa kantor dinas, dan rumah milik pihak swasta.
Penggeledahan terkait dugaan korupsi ini dilakukan pada tanggal 20 dan 21 Desember di wilayah Jakarta, Tangerang, dan Kota Ternate.
KPK telah menetapkan Abdul Gani Kasuba sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap terkait proyek pengadaan barang dan jasa, serta pemberian izin di lingkungan Pemerintah Provinsi Maluku Utara. Penahanan langsung diberlakukan terhadap Abdul Ghani Kasuba dan lima tersangka lainnya.
“Tim Penyidik menahan tersangka AGK, AH, DI, RA, RI, dan ST, masing-masing untuk 20 hari pertama, terhitung mulai tanggal 19 Desember 2023 sampai 7 Januari 2024 di Rutan KPK,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (20/12).
Selain Abdul Ghani Kasuba, lima tersangka lainnya adalah Kepala Dinas Perumahan dan Pemukiman Pemprov Maluku Utara Adnan Hasanudin (AH), Kepala Dinas PUPR Pemprov Maluku Daud Ismail (DI), Kepala BPPBJ Pemprov Maluku Utara Ridwan Arsan (RA), ajudan gubernur Ramadhan Ibrahim (RI), dan pihak swasta Stevi Thomas (ST).
Kasus ini bermula dari proyek pengadaan barang dan jasa oleh Pemerintah Provinsi Maluku Utara, yang dianggarkan dari APBD setempat. Abdul Ghani Kasuba, selaku gubernur, diduga terlibat dalam menentukan pemenang lelang proyek tersebut dan menetapkan setoran dari kontraktor. Dia juga diduga meminta tersangka lain untuk memanipulasi progres pekerjaan agar anggaran segera dicairkan.
Uang sekitar Rp2,2 miliar diduga merupakan bukti awal yang masuk ke rekening penampung. Uang tersebut kemudian digunakan untuk kepentingan pribadi Abdul Ghani, seperti pembayaran hotel dan dokter gigi.
Para pemberi suap, termasuk ST, AH, DI, dan KW, dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sementara penerima suap, AGK, RI, dan RA, dihadapkan pada Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU Nomor 31 tahun 1999, yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.
Artikel ini ditulis oleh:
Sandi Setyawan