Jakarta, Aktual.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), menahan Wali Kota Pasuruan Setiyono, seusai ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan hadiah dan janji terkait proyek-proyek di lingkungan pemerintah kota Pasuruan yang menggunakan APBD 2018.
“Terhadap empat tersangka dalam kasus Pasuruan dilakukan penahanan selama 20 hari pertama, SET (Setiyono) ditahan di Rutan cabang KPK di Pomdam Jaya Guntur,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Jumat (5/10).
Setiyono diduga menerima 10 persen “fee” dari nilai Harga Perkiraan Sendiri (HPS) yaitu sebesar Rp2,297 miliar ditambah 1 persen untuk kelompok kerja (pokja) terkait proyek belanja modal gedung dan bangunan pengembangan Pusat Layanan Usaha Terpadu Koperasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (PLUT-KUMKM) pada Dinas Koperasi dan Usaha Miro di Pemkot Pasuruan dengan sumber dana APBD Tahun Anggaran 2018.
KPK juga menahan tiga orang tersangka lainnya.
“MB (Muhammad Baqir) ditahan di Rutan Polres Metro Jakarta Selatan, WTH (Wahyu Tri Hardianto) dan DFN (Dwi Fitri Nurcahyo) ditahan di Rutan Polres Metro Jakarta Pusat,” ungkap Febri.
Keempatnya tidak menyampaikan apapun saat dibawa dari gedung KPK ke rumah tahanan masing-masing menggunakan mobil tahanan KPK.
KPK mengamankan 7 orang dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Pasuruan pada Kamis (4/10) yaitu Wali Kota Pasuruan periode 2016-2021 Setiyono, Staf Ahli/Pelaksana Harian Kadis PU kota Pasuruan Dwi Fitri Nurcahyo, Staf Kelurahan Purutrejo Wahyu Tri Hardianto, swasta/perwakilan CV Mahadir Muhammad Baqir, swasta/pemilik CV Mahadir Hud Muhdlor, staf Bapedda/keponakan Setiyono dan pengelolaan keuangan Hendrik dan Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Siti Amini.
Pemberian “fee” itu dilakukan secara bertahap yaitu pertama, pada 24 Agustus 2018 M 2018, Muhammad Baqir mentransfer kepada Wahyu Tri Harianto sebesar Rp20 juta atau 1 persen untuk pokja sebagai tanda jadi. Pada 4 September 2018, CV Mahadir ditetapkan sebagai pemenang lelang dengan nilai kontrak Rp2,21 miliar.
Kedua, pada 7 Spetember 2018, setelah ditetapkan sebagai pemenang, Muhammad Maqir melakukan setor tunai kepada wali kota Pasuruan Setiyono melalui pihak-pihak perantaranya sebesar 5 persen atau sekitar Rp115 juta. Sisa komitmen 5 persen lainnya akan diberikan setelah uang muka termin pertama proyek cair.
“Sudah berkali-kali kepala daerah terkena OTT (Operasi Tangkap Tangan), jadi masalah kenapa kepala daerah tidak jera-jera juga berdasarkan evaluasi KPK salah satu disebabkan fungsi pengawasan internal tidak diberdayagunakan,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers di gedung KPK.
Kegiatan OTT yang dilakukan KPK di Pasuruan merupakan OTT ke-22 pada 2018 dengan total jumlah tersangka mencapai 79 orang.
Khusus pelaku kepala daerah, KPK sangat menyesalkan masih cukup banyak kepala daerah yang diduga melakukan korupsi dan dijerat proses hukum tindak pidana korupsi. Pada 2018 hingga saat ini, ada 16 kepala daerah sudah diproses dari kegiatan OTT itu yang terdiri dari 1 orang gubernur, 13 orang bupati dan 2 orang wali kota.
“Dalam banyak kasus aparat pengawas intern pemerintah (APIP) bukan tidak tahu ada penyimpangan dalam proses pengadaan barang dan jasa, tapi mereka tidak memiliki kewenangan atau memiliki kemampuan untuk mengingatkan atau untuk meluruskan penyimpangan karena kedudukan inspektorat di bawah kepala daerah dengan pertanggungajawaban ke kepala daerah lewat sekda (sekretaris daerah),” tambah Alex.
Artinya bila APIP dalam auditnya menemukan keterlibatan kepala daerah, praktis APIP tidak berdaya karena setiap saat auditor bisa dipindahkan karena temuannya tersebut.
“Demikian juga badan pengadaan barang dan jasa tidak independen meski sudah lewat e-procurement tapi praktiknya pengusaha daerah sudah bagi-bagi proyek, tentu bekerja sama dengan aparat di daerah. Ini yang rasa-rasanya perlu kita perbaiki, tata kerja proses pengadaan barang dan jasa juga APIP. Kami yakin kalau 2 unit kerja itu diperbaiki sedikit banyak mengurangi peluang terjadinya korupsi pengadaan barang dan jasa,” tegas Alex.
KPK menetapkan tiga orang sebagai tersangka penerima suap yaitu Wali Kota Pasuruan Setiyono Staf Ahli/Pelaksana Harian Kadis PU kota Pasuruan Dwi Fitri Nurcahyo dan Staf Kelurahan Purutrejo Wahyu Tri Hardianto.
Ketiganya disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sedangkan sebagai tersangka pemberi suap, KPK menetapkan Muhammad Baqir selaku pemilik CV Mahadir. Ia disangkakan pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Ant.
Artikel ini ditulis oleh: