Jakarta, Aktual.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerima pengembalian dan penyetoran sejumlah uang terkait kasus dugaan suap perpanjangan izin Hak Guna Usaha (HGU) sawit di Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing), Riau.

Hal tersebut diketahui dari pemeriksaan sejumlah saksi dalam penyidikan kasus tersebut untuk tersangka Bupati Kuansing nonaktif Andi Putra (AP) dan kawan-kawan pada Kamis (4/11) dan Jumat (5/11).

“Dalam pemeriksaan ini, tim penyidik menerima pengembalian dan penyetoran sejumlah uang dari beberapa pihak,” kata Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, di Jakarta, Senin (8/11).

Namun, KPK tidak menjelaskan secara rinci berapa nominal uang yang telah dikembalikan dan siapa saja pihak-pihak yang telah mengembalikan uang tersebut.

KPK, Kamis (4/11), memeriksa 10 saksi di Gedung Ditreskrimsus Polda Riau, yakni Camat Logas Tanah Darat Rian Fitra, Kades Sumber Jaya Abdul Rahmat, Kades Suka Damai Nur Rahmad, Kades Sumber Jaya Mujiono, Kades Bumi Mulya Sunyeto, Kasi Kantor Camat Singingi Hilir Joni Masriadi, Surveyor Pemetaan Pertama Kantor Wilayah Pertanahan Provinsi Riau Putri Merdekawati.

Selanjutnya, petugas ukur Kanwil Pertanahan Provinsi Riau Novita Ayu K, dua Analis HK Pertanahan pada Kantor Wilayah Pertanahan Provinsi Riau Yani Feranika dan Siddiq Aulia.

Kemudian pada Jumat (5/11), KPK memeriksa sembilan saksi di Kantor Wilayah Pertanahan Provinsi Riau, yaitu Analis HK Pertanahan pada Kantor Wilayah Pertanahan Provinsi Riau Desi E, Sri Ambar Kusumawati selaku Kabid Pengembangan Usaha dan Penyuluhan, Sutilwan selaku mantan Kepala Kantor Pertanahan (Kantah) Kabupaten Kampar, Andri A dari pihak swasta, Ahmad Yuzar selaku Asisten I Kampar.

Selanjutnya, empat staf Kantor Wilayah Pertanahan Provinsi Riau masing-masing Khoiril, Roby A, Rizal A, dan Abdul Gani.

Ali mengatakan terhadap para saksi tersebut didalami terkait dengan pengurusan HGU Sawit oleh PT Adimulia Agrolestari yang dilakukan oleh tersangka Sudarso (SDR) yang diduga dalam pengurusan tersebut terdapat aliran sejumlah dana ke berbagai pihak termasuk kepada tersangka Andi Putra (AP).

Selain itu, kata Ali, KPK juga mengharapkan agar pihak-pihak lain yang akan dipanggil oleh tim penyidik juga kooperatif untuk menerangkan secara jujur dan membantu proses penyidikan kasus tersebut.

KPK telah menetapkan Andi Putra bersama General Manager PT Adimulia Agrolestari Sudarso sebagai tersangka pada Selasa (19/10).

Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan untuk keberlangsungan kegiatan usaha dari PT Adimulia Agrolestari yang sedang mengajukan perpanjangan HGU yang dimulai pada 2019 dan akan berakhir pada 2024, salah satu persyaratan untuk kembali memperpanjang HGU adalah dengan membangun kebun kemitraan minimal 20 persen dari HGU yang diajukan.

Adapun lokasi kebun kemitraan 20 persen milik PT Adimulia Agrolestari yang dipersyaratkan tersebut terletak di Kabupaten Kampar, Riau, padahal seharusnya berada di Kabupaten Kuansing.

Agar persyaratan tersebut dapat terpenuhi, Sudarso kemudian mengajukan surat permohonan kepada Andi Putra dan meminta kebun kemitraan PT Adimulia Agrolestari di Kampar disetujui menjadi kebun kemitraan.

Selanjutnya, Sudarso dan Andi Putra bertemu. Andi Putra menyampaikan bahwa kebiasaan dalam mengurus surat persetujuan dan pernyataan tidak keberatan atas 20 persen Kredit Koperasi Prima Anggota (KKPA) untuk perpanjangan HGU yang seharusnya dibangun di Kabupaten Kuansing dibutuhkan minimal uang Rp2 miliar.

Sebagai tanda kesepakatan, pada September 2021 diduga telah dilakukan pemberian pertama oleh Sudarso kepada Andi Putra uang sebesar Rp500 juta. Selanjutnya pada Oktober 2021, Sudarso diduga kembali menyerahkan uang sekitar Rp200 juta kepada Andi Putra.

Atas perbuatannya, Sudarso selaku pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

Sedangkan Andi Putra disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

Artikel ini ditulis oleh:

Antara
Wisnu