Terdakwa kasus dugaan tindak pidana korupsi suap majelis hakim dan panitera PTUN Medan Otto Cornelis Kaligis menjalani sidang dengan agenda pembacaan dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (27/8). Pengacara senior itu menolak dibacakan surat dakwaan karena tidak didampingi pengacara dan belum diperiksa dokter kepercayaannya sehingga majelis hakim memutuskan sidang ditunda hingga Senin (31/8). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

Jakarta, Aktual.com — Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi menolak permintaan terdakwa Otto Cornelis Kaligis untuk membuka pemblokiran dua rekening, yang telah dibokir oleh KPK. Sebab, menurut jaksa transaksi dalam rekening tersebut dapat menjadi bukti permulaan untuk penyidikan kasus yang lain.

“Penanganan perkara atas nama terdakwa Otto Cornelis Kaligis tidak berdiri sendiri dan berkaitan dengan perkara lain yang penyidikannya belum selesai. Rekening terdakwa memiliki keterkaitan baik langsung maupun tidak langsung dengan perkara lain yang penyidikannya belum selesai tersebut, sehingga pemblokiran atas rekening terdakwa sampai saat ini masih diperlukan,” kata ketua jaksa KPK Yudi Kristiana dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Jakarta, Kamis (17/9).

Terlebih, sambung jaksa Yudi, dalam pengembangan penyidikan ditemukan ‘suspicios transaction’ atau transaksi mencurigakan yang dapat digunakan sebagai bukti permulaan tentang ada ‘proceed of crime’ (tindak pidana) tentang transaksi yang mencurigakan, sehingga memiliki kaitan langsung maupun tidak langsung dengan terdakwa dan oleh karenanya pemblokiran atas rekening terdkawa masih diperlukan.

Dia mengatakan, pemblokiran rekening itu juga sejalan dengan kewenangan KPK dalam UU No 30 tahun 2002 tentang KPK. Dimana dalam UU no 30 tahun 2002 tentang pasal 12 ayat 1 huruf b, yang menyatakan dalam melaksanakan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan sebagaimana dimaksud pasal 6 huruf c, KPK berwenang untuk memerintahkan ke bank atau lembaga keuangan lain untuk memblokir rekening milik tersangka, terdakwa, atau pihak lain demikian disampaikan dalam persidangan.

Atas jawaban jaksa tersebut, Kaligis mengatakan bahwa rekening itu merupakan rekening untuk pembayaran gaji pengacara yang bekerja di firma hukumnya.

“Yang didakwa saya sendiri, sedangkan rekening itu dari tahun ke tahun itu untuk membayar gaji dan pajak. Lagi pula rekening itu tidak disita, apalagi ini bukan ‘money laundring’, pemblokiran ini untuk mematikan kantor saya. Dua bulan kantor saya tidak bayar gaji,” kata Kaligis.

Apalagi, menurut Kaligis, rekening itu tidak memblokir aliran dana yang masuk namun hanya dana yang keluar.

“Kalau mau jadi target, saya saja dan lucunya (dana) masuk boleh, tapi keluar tidak boleh. Mohon dipertimbangkan karena pasal 38 KUHAP juga tidak mengatur dengan jelas. Ini Hak Asasi Manusia pengacara-pengacara saya, sudah ada (pengacara yang) bekerja 20 tahun. Mereka nangis saat saya bilang gak bisa bayar gaji. Ini bisa mati orang, mohon dengan sangat rekening saya dibuka karena perlu untuk kantor saya,” kata Kaligis lagi.

Atas permintaan tersebut, majelis hakim yang dipimpin oleh hakim Sumpeno mengatakan bahwa majelis masih akan membicarakannya. “Menunggu sikap majelis yang akan mengeluarkan penetapan. Hari ini kan giliarannya untuk mendengar tanggapan dari penuntut umum, kalau dikabulkan atau tidak (permintaan pembukaan rekening) bukan sekarang,” kata hakim Sumpeno.

Dalam perkara ini, Kaligis didakwa memberikan uang dengan nilai total 27 ribu dolar AS dan 5 ribu dolar Singapura kepada tiga hakim PTUN Medan yaitu Tripeni Irianto Putro, Dermawan Ginting dan Amir Fauzi serta panitera PTUN Medan yaitu Syamsir Yusfan untuk mempengaruhi putusan terkait penyelidikan korupsi BDana Bantuan Sosial (Bansos), Bantuan Daerah Bawahan (BDB), Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan tunggakan Dana Bagi Hasil (DBH) dan Penyertaan Modal pada sejumlah BUMD pada Pemerintah Provinsi Sumatera Utara.

Perbuatan OC Kaligis merupakan tindak pidana korupsi yang diatur dan diancam pidana dalam pasal 6 ayat 1 huruf a atau pasal 13 UU No 31 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Artikel ini ditulis oleh:

Wisnu