Jakarta, Aktual.com — Mantan Direktur Pengolahan Pertamina, Suroso Atmomartoyo dituntut hukuman pidana selama tujuh tahun penjara oleh jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Bekas anak buah Ari Soemarno itu juga dituntut pidana denda sebesar Rp 250 juta subsidair enam bulan kurungan.

Jaksa KPK menyakini, Suroso telah melakukan tindak pidana korupsi dan melanggar Pasal 12 huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana, sebagaimana diatur dalam dakwaan alternatif kedua.

“Menyatakan terdakwa Suroso Atmomartoyo telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara berlanjut sebagaimana dalam dakwaan alternatif kedua Penuntut Umum,” papar Jaksa KPK, Mohamad Nur Azis, di pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (17/9).

Selain itu, Jaksa KPK juga menuntut pidana tambahan untuk Suroso. Dia dituntut membayar uang pengganti sebesar 19 ribu Dollar AS, yang apabilan tidak dibayarkan akan diganti dengan pidana penjara. Dia diberi tenggang waktu selama satu bulan, setelah putusan Pengadilan Tipikor berkekuatan hukum tetap (inkracht).

“Jika terdakwa tidak membayar uang pengganti tersebut, maka harta bendanya dapat disita oleh Jaksa dan dilelang untuk memenuhi pembayaran uang pengganti tersebut, dan dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut maka Terdakwa dipidana penjara selama dua tahun,” terang Jaksa.

Dalam pemaparan fakta yuridisnya Jaksa KPK menjelaskan, 1982, PT Soegih Interjaya (SI) ditunjuk oleh Octel atau Innospec menjadi agen tunggal penjualan Tetra Ethyl Lead (TEL) di Indonesia. Kemudian, pada tahun 2003, Octel dan PT Pertamina menandatangani nota kesepahaman terkait jual beli TEL

Kesepakatan tersebut terealisasi sejak 2003 hingga September 2004. Saat itu, kedua perusahaan sepakat dengan harga 9.975 Dollar AS per metrik ton. Namun demikian, sebelum perjanjian tersebut berakhir, Suroso beberapa kali bertemu dengan Direktur PT SI, Willy Sebastian Lim dan Muhammad Syakir, pembahasannya ihwal perpanjangan penggunaan TEL di Indonesia.

Selanjutnya pada November 2004, Suroso kembali bertemu dengan Willy dan Syakir untuk membahas perubahan harga TEL menjadi 11 ribu Dollar AS per metrik ton, dengan kesepakatan baru. Lantaran penjanjian baru itu, Suroso meminta fee sebesar 500 Dollar AS per metrik ton.

Demi kelangsung kerjasama Innospec dengan Pertamina, Syakir kemudian menyampaikan permintaa ‘fee’ Suroso kepada Manajer Regional Octel, David Peter Turner. David pun menyetujuinya dengan syarat pemesanan TEL yang diterima sampai akhir 2004 maksimal 450 metrik ton, dan kerja sama pembelian TEL diperpanjang hingga 2005.

Kesepakatan jual beli TEL dan pemberian ‘fee’ kepada Suroso itu akhirnya terjadi. Dan untuk memudahkan penerimaan fee dari Willy, Suroso membuka rekening giro di UOB Singapura atas nama Suroso Atmomartoyo.

Pada 18 Januari 2005, Suroso menerima 120 ribu Dollar AS dari rekening Octel Global Incorporation. Selain uang, Suroso juga diberikan fasilitas menginap di Hotel Radisson Edwardian May Fair, London, Inggris, oleh Octel dan PT SI. Fasilitas tersebut diberikan saat Suroso pergi ke Inggris untuk bertemu dengan pihak Octel.

Selanjutnya, pada 13 Juli 2005, Suroso kembali menerima uang sebesar 40 ribu, serta pada 26 September 2005 sebesar 30 ribu Dollar AS, yang dikirim rekening UOB Singapura milik Suroso. “Dengan demikian, keseluruhan fee yang diterima terdakwa sejumlah 190.000 dollar AS,” jelas Jaksa.

Setelah mendapatkan semua bagian sesuai dengan kesepakatan, Suroso kemudian memindahbukukan uang tersebut ke rekening Wealth Deposit Series atas nama Suroso Atmomartoyo pada Bank UOB Singapura, dan menerima bunga sebesar 17.664,30 dollar AS.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Nebby