Buronan KPK Miryam S Haryani (tengah) mantan anggota Komisi II DPR dibawa petugas ke gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Senin (1/5/2017). Miryam yang merupakan tersangka dugaan pemberian keterangan palsu dalam sidang perkara dugaan korupsi e-KTP ditangkap oleh Polri pada Senin dini hari di Hotel Grand Kemang, Jakarta Selatan. AKTUAL/Munzir

Jakarta, Aktual.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), meyakini jika penetapan tersangka terhadap Miryam S Haryani dengan Pasal 22 undang-undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) tentang pemberian keterangan palsu sudah tepat.

Anggota Biro Hukum KPK Evi Laila Kholis menuturkan, pasal tersebut memang tertuang dalam Undang-undang Tipikor, dan sudah menjadi kewenangan lembaganya dalam menangani seseorang yang terjerat kasus pemberian keterangan palsu di suatu persidangan.

“Kalau kita terapkan Pasal 242 KUHP, bukan penyidik pemberantasan korupsi tentunya yang menangani. Kalau penyidik pemberantasan korupsi yang menangani kita akan memakai pasal 22 UU Tipikor,” kata Evi usai sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (17/5).

Ia menambahkan, pihaknya sengaja menggunakan Pasal 22 UU Tipikor kepada politikus Hanura sebagai langkah memberangus praktik korupsi di tanah air.

Merujuk definisi, baik Pasal 22 UU Tipikor dan Pasal 242 KUHP sama-sama mengatur soal dugaan keterangan tidak benar atau palsu. Dan Pasal tersebut, sebelumnya memang dipermasalahkan saksi ahli dari kubu Miryam yang menyatakan walaupun masuk dalam UU Tipikor, KPK dinilai tidak berwenang menerapkan Pasal itu untuk Miryam lantaran masuk kategori tindak pidana lain.

Laporan: Fadlan Syiam Butho

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby