“Gambar atau video yang dikirimkan bisa berupa tampilan semitelanjang, erotis, atau aktivitas seksual yang biasanya dibagikan kepada pacar atau teman dekat karena ancaman, kekerasan atau pemerasan,” kata dia.
Bentuk lainnya adalah pemerasan secara seksual, yaitu proses seorang anak dipaksa memberikan imbalan seks, uang, dan barang berharga lainnya atau memproduksi materi seksual.
Ia menjelaskan bahwa anak juga dapat dieksploitasi melalui siaran langsung kekerasan seksual ketika seorang anak dipaksa tampil di depan kamera atau “webcam” untuk melakukan aktivitas seksual atau menjadi subjek kekerasan seksual.
Dermawan mengatakan semua anak berhak untuk dilindungi, termasuk dari eksploitasi yang terjadi di dunia maya. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi secara jelas menyebutkan bahwa pelarangan pelibatan anak sebagai objek eksploitasi seksual daring.
“Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak juga mengatur pemberatan sanksi bagi pelaku kejahatan anak terutama kejahatan seksual,” kata dia.
Artikel ini ditulis oleh: