Jakarta, Aktual.com — Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) menginisiasi penyelidikan Tindakan Pengamanan Perdagangan (TPP) atas lonjakan jumlah importasi barang berupa Dextrose Monohydrate.
“Setelah meneliti dan menganalisa permohonan pemohon, KPPI memperoleh bukti awal yang cukup dan benar tentang lonjakan jumlah impor barang yang dimintakan perlindungan sejak tahun 2012 hingga 2014 dan ancaman kerugian serius yang dialami oleh pemohon,” kata Ketua KPPI, Ernawati, dalam siaran pers yang diterima, Jumat (24/7).
Penyelidikan tersebut dilakukan berdasarkan permohonan dari PT. Sorini Agro Asia Corporindo,Tbk. Atau sebagai pemohon, yang menyatakan telah mengalami kerugian serius atau ancaman kerugian serius akibat lonjakan jumlah impor barang sebagaimana dimaksud.
Penyelidikan KPPI terkait lonjakan jumlah impor barang Dextrose Monohydrate, dengan uraian barang yaitu glukosa, tidak mengandung fruktosa atau dalam keadaan kering mengandung fruktosa kurang dari 20 persen menurut beratnya.
Selain itu, tidak termasuk Dextrose Monohydrate pharmaceutical grade, Dextrose Monohydrate pyrogen free, Maltodextrine dan Dextrose Anhydrous. Penyelidikan barang tersebut termasuk dalam pos tarif Ex. 1702.30.10.00 dan selanjutnya disebut sebagai Barang yang Dimintakan Perlindungan.
Menurut Ernawati, indikator kinerja pemohon yang mengalami pertumbuhan negatif, yaitu produksi, penjualan domestik, produktivitas, kapasitas terpakai, laba, tenaga kerja, dan pangsa pasar domestik.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2012, jumlah impor Barang yang Dimintakan Perlindungan adalah sebesar 1.484,5 ton dan meningkat signifikan sebesar 1.502 persen pada tahun 2013 menjadi sebesar 23.788,4 ton.
Pada tahun 2014, jumlah impor barang ini menunjukkan penurunan dari tahun sebelumnya menjadi sebesar 15.452,8 ton. Namun, jika dibandingkan tahun 2012, jumlah impor di tahun 2014 jauh lebih tinggi.
Negara pemasok utama barang tersebut ke Indonesia adalah Republik Rakyat Tiongkok sebanyak 88,5 persen, Perancis 6,2 persen, Italia 4,3 persen, dan negara lainnya sebanyak 1,0 persen.
Artikel ini ditulis oleh: