Jakarta, Aktual.com- Pengamat Politik Lingkar Madani Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti mengatakan temuan Badan Pemeriksaan Keuangan yang menyatakan adanya indikasi ketidakpatuhan pengelolaan keuangan Negara sebesar Rp 334 miliar oleh Komisi Pemilihan Umum sebaiknya tidak dianggap angin lalu oleh KPU.

“Bukan saja karena adanya penggunaan dana negara yang tidak dapat dapat dipertanggungjawabkan peruntukannya tetapi juga hal ini dapat berimplikasi pada tingkat kepercayaan masyarakat terhadap penyelenggara pemilu,” ujar Ray di Jakarta, Senin (22/6). (Baca: DPR Panggil KPU Bahas Penyimpangan Dana Sebesar Rp334 miliar)

LIMA mendesak KPU agar segera menindaklanjuti temuan tersebut dengan lebih pro aktif dan transparan.

“Dana yang harus dipertanggungjawabkan tersebut cukup fantastis. KPU telah lumayan baik menyelenggarakan pemilu 2014 yang lalu, kebocoran dana ratusan miliar ini akan dapat menghapus prestasi yang telah dicapai sebelumnya,” ungkapnya

Menurutnya, KPU juga tak perlu ragu-ragu untuk menindaklanjuti temuan tersebut jika memang terdapat indikasi adanya tindak pidana korupsi yang kemungkinan terjadi di lingkungan lembaga KPU.

“Khususnya pada poin indikasi adanya kerugian Negara yang mencapai Rp 34 miliar atau potensi kerugian Negara yang mencapai Rp 2,2 miliar. Jelas perkara ini memiliki potensi terjadi tindak pidana korupsi,” katanya

Oleh karena itu, Ray menghimbau harus segera menemukan aktornya lalu membawanya ke penegak hukum adalah tindakan yg sudah semestinya dilakukan oleh KPU nasional.

‘Dengan begitu, mereka yang terindikasi melakukan tindakan yang merugikan keuangan Negara juga sudah semestinya tidak dilibatkan lagi dalam mengelola pilkada serentak yang akan datang (2015). Masih ada waktu bagi KPU untuk berbenah sekaligus membersihkan KPU dari oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab,” tuturnya

Selain itu, lanjutnya, temuan BPK ini sebaiknya dijadikan sebagai acuan bagi KPU untuk segera membuat panduan yang ketat tentang tata cara pengelolaan keuangan Negara di lingkungan KPU. Khususnya yang terkait dengan pembelian, pengadaan barang dan pengelolaan acara-acara yang dilaksanakan oleh KPU. Selain memastikan bahwa satu-satunya sumber dana KPU dalam pelaksanaan pilkada serentak dari APBN juga sekaligus memastikan bahwa tidak ada tumpang tindih keuangan dalam pengelolaan pilkada serentak yang akan dating.

“Misalnya KPU Daerah menggandeng sponsor atau bahkan meminta dana tambahan dari APBD dalam bentuk apapun. Kenyataan bahwa ada ketidakpatuhan pengelolaan keuangan Negara oleh KPU memberi bukti bahwa masalah KPU bukan pada kurangnya dana Negara untuk pemilu tapi kurang amanahnya KPU dalam mengelola keuangan Negara. Persoalan kedua akan menjadikan dana pemilu selalu terlihat kurang memadai,” jelasnya

Artikel ini ditulis oleh: