Jakarta, Aktual.com – Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengusulkan larangan mantan narapidana korupsi maju sebagai calon anggota legislatif diatur melalui Peraturan KPU (PKPU) dan undang-undang sekaligus.
“Saya mengusulkan kita lakukan ‘double track’, KPU melakukan melalui PKPU, karena KPU bukan pembuat undang-undang. Pembuat undang-undang melakukan juga,” ujar Ketua KPU Arief Budiman ditemui usai melakukan pertemuan di Kantor Kementerian Hukum dan HAM, Jakarta, Selasa (5/6).
Arief menilai tidak ada yang menolak semangat antikorupsi, terbukti sejak rapat konsultasi tidak ada yang menolak, hanya perbedaan pandangan dalam menyelesaikan hak tersebut dengan cara yang berbeda.
KPU, ucap dia, memandang agar efektif, efisien dan cepat diatur dalam PKPU, sementara KemkumHAM ingin agar diatur dalam undang-undang.
Arief pun mengingatkan kegiatan yang dilakukan KPU sangat berbeda dengan kegiatan yang dilakukan dengan kantor kementerian dan lembaga yang lain, yakni kegiatan KPU adalah tahapan yang diatur secara ketat dalam undang-undang.
Apalagi pada 4-17 juli 2018 pendaftaran digelar, sehingga PKPU tersebut dinilainya perlu disegerakan.
“Segeralah, saya percaya Kemkumham melihat urgensinya, saya berharap jadi pembahasan tahapan PKPU dan diatur dalam undang-undang. Semua tidak bisa kita lewati, harus berjalan tepat waktu,” kata Arief.
Ia menegaskan korupsi merupakan persoalan bersama bangsa yang harus diselesaikan bersama-sama.
Proses pengundangan draf PKPU tentang pencalonan anggota DPR, DPD dan DPRD untuk Pemilu 2019 menjadi polemik karena KPU memasukkan norma larangan mantan terpidana kasus korupsi untuk mendaftarkan diri sebagai caleg.
Larangan mantan koruptor mencalonkan diri sebagai anggota legislatif tersebut diatur dalam draf PKPU pasal 7 ayat 1 huruf (j) yang berbunyi “bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota adalah WNI dan harus memenuhi syarat bukan mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, atau korupsi”.
Ant.
Artikel ini ditulis oleh: