Jakarta, Aktual.com — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sumatera Selatan meminta kalangan perbankan tetap berhati-hati dalam menyalurkan kredit, meski pemerintah telah mengeluarkan aturan baru berupa penurunan uang muka untuk pembiayaan perumahan dan kendaraan sejak 18 Juli 2015. Imbauan ini terkait dengan rasio kredit bermasalah (NPL) perbankan di Sumsel yang terus meningkat sejak 2012.

“Rasio kredit bermasalah di Sumsel menunjukkan tren meningkat, hingga kuartal pertama, untuk KPR saja sudah mencapai sekitar 4 persen. Jadi, kalangan perbankan harus tetap berhati-hati meski pemerintah melonggarkan,” ujar Kepala Pengawasan Perbankan OJK Sumatera Selatan Achmad Darimi di Palembang, Sabtu (8/8).

Ia menerangkan, perbankan harus memperhatikan kondisi perekonomian melanda masyarakat Sumatera Selatan yang saat ini sedang terpuruk.

Sumsel yang dikenal sebagai daerah penghasil komoditas ekspor karet, sawit, dan batu bara mengalami pelemahan ekonomi sejak dua tahun terakhir akibat imbas dari krisis ekonomi global.

Menurutnya, kondisi itu dapat terpantau pada data pertumbuhan kredit kendaraan bermotor pada kuartal I/2015, yakni hanya tumbuh 8,5 persen atau turun dari periode yang sama tahun lalu mampu mencetak pertumbuhan hingga 13 persen.

Begitu pula pada kredit kepemilikan rumah, apartemen dan ruko yang hanya tumbuh 4,5 persen pada kuartal I/2015 atau turun tipis dari periode yang sama pada tahun sebelumnya membukukan 5,11 persen.

Pelonggaran uang muka untuk kredit perumahan dan kendaraan yang ditetapkan pemerintah pada 18 Juli 2015 diharapkan meningkatkan kinerja perbankan pada semester II.

Kepala Bank Indonesia Wilayah VII Sumatera Selatan Hamid Ponco Wibowo menambahkan, pelonggaran uang muka hingga 10 persen untuk kredit perumahan dan 5 persen untuk kredit kendaraan bermotor dibandingkan periode sebelumnya, akan memperbaiki kinerja buruk perbankan dalam penyaluran pembiayaan pada kuartal I.

“Saat ini jauh lebih mudah, jika sebelumnya untuk uang muka perumahan mencapai 30 persen dari harga rumah, kini sudah bisa 20 persen saja. Begitu pula dengan kredit kendaraan bermotor yang dikurangi lagi hingga 5 persen dari sebelumnya,” kata Hamid.

Ia mengatakan, Bank Indonesia mengambil kebijakan penurunan rasio loan to value (ltv) ini ingin menggenjot pertumbuhan kredit mengingat beberapa bank diketahui belum sampai 20 persen dari target.

“Semula pengetatan uang muka ini dimaksudkan untuk mengerem kalangan perbankan supaya tidak jor-joran dalam menyalurkan kredit. Tapi, di tengah pelemahan ekonomi saat ini, perlu stimulan agar tetap tumbuh,” kata dia.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka