Jakarta, Aktual.com – Kinerja rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) dari PT Bank Mandiri (Persero) Tbk terus terkerek naik melebihi rasio NPL dari industri perbankan.

Bahkan masih ada kemungkinan terus terkerek naik hingga menambah 0,1 persen. Hal ini pun diakui oleh Sekretaris Perusahaan Bank Mandiri, Rohan Hafas, di Jakarta, Rabu (3/8).

“Hingga semester I-2016 ini, NPL gross kami di angka 3,86 persen. Penurunan ini disumbang oleh kredit sektor komersial sebesar 6,69 persen,” ujar Rohan.

Bahkan pihaknya memprediksi, laju NPL perseroan masih akan melonjak di waktu-waktu yang akan datang, yaitu dapat menambah hingga 0,1 persen. “Kami perkirakan masih akan turun dalam satu dua bulan ini. Paling tidak menambah 0,1 persen untuk sektor komersial,” jelas dia

Untuk itu, perseroan menambahkan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) menjadi Rp9,9 triliun. Angka ini meningkat Rp4 triliun pada periode yang sama di tahun lalu.

“Ratio kredit bermasalah di sektor komersial masih belum bottom (angka terendah). Jadi sejauh kami belum gunakan CKPN-nya,” ungkap dia.

Untuk itu, pihaknya menyatakan masih akan memantau pergerakan NPL kredit komersial dalam satu hingga dua bulan mendatang.

Sebagai langkah-langkah antisipasinya, perseroan telah menyiapkan langkah- langkah untuk menurunkan rasio kredit bermasalah itu. Salah satunya dengan memisahkan unit penanganan kredit bermasalah dari divisi-nya dan melakukan penanganan secara dini.

“Kalau yang sudah masuk kolektibilitas level 2 akan segera masuk unit penanganan kredit bermasalah tadi,” ujarnya.

Untuk itu, sektor komersial saja yang mengalami pemburukan kredit bermasalah. Dan yang menjadi penyumbang kredit bermasalah itu datang dari korporasi-korporasi yang terkait dengan industri pertambangan dan perkebunan.

“Misalnya perusahaan-perusahan transportasi pengangkut hasil tambang dan perkebunan,” ujar Rohan.

Menurut Rohan, dampak dari perlambatan ekonomi telah memukul kinerja perbankan nasional. Di antaranya, dengan membentuk pencadangan yang cukup kuat.

“Ini untuk memperkuat aset produktif dan mengantisipasi tren kenaikan NPLN di industri perbankan ke depannya,” papar dia.

Hingga Juni rasio kredit bermasalah industri perbankan berada di level 3,05%. Angka ini sebetulnya menunjukkan tanda-tanda penurunan NPL, pasalnya pada bulan sebelumnya rasio kredit bermasalah berkisar 3,11%.

Gubernur Bank Indonesia Agus D.W Martowardojo menegaskan, selama separuh kedua tahun ini kalangan perbankan mungkin mengalami tantangan yang tak kalah berat dari bulan-bulan sebelumnya. Tapi bank sentral meyakini secara umum kinerja mereka tetap baik.

“Saya perkirakan resiko penaikan non-performing loan masih ada. Karena kami masih lihat ada kesulitan yang dihadapi korporasi terutama yang punya pinjaman luar negeri,” jelas Agus. (Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh:

Eka