Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo mengusap dahinya seusai menandatangani nota kesepahaman tentang koordinasi pengembangan ekonomi dan keuangan daerah bersama Mendagri Tjahjo Kumolo dan Menkeu Bambang Brodjonegoro di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Jumat (22/4). Kerjasama tersebut untuk mendorong efektivitas penggunaan dana di daerah, mendorong sektor riil sekaligus meningkatkan iklim investasi daerah. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/aww/16.

Jakarta, Aktual.com – Bank Indonesia (BI) mengakui bahwa rasio kredit bermasalah (Non-Performing Loan/NPL) industri perbankan meningkat yang secara gross mencapai 3,1 persen pada semester I 2016, namun bank sentral melihat posisi itu belum mengkhawatirkan.

“Kita memahami bahwa perbankan cukup memperhatikan rasio NPL-nya yang meningkat ke 3,1 persen tapi itu kan ‘gross’ (kotor), net-nya tidak lebih dari 1,6 persen. Jadi, kondisi NPL meningkat tapi kita tidak perlu khawatir,” kata Gubernur BI Agus Martowardojo di Jakarta, Jumat (29/7).

Agus mengingatkan perbankan bahwa di paruh kedua 2016 risiko kenaikan NPL bisa saja masih membayangi. Penyebabnya kelesuan ekonomi global diperkirakan masih mengganjal kegiatan bisnis debitur korporasi dari bank. Hal itu juga, ujarnya, menjadi salah satu fokus di forum negara negara G-20 di Tiongkok awal pekan lalu.

“G20 juga melihat ada tren kesulitan yang dihadapi oleh korporasi terutama karena mereka yang punya pinjaman luar negeri dan mengalami kondisi tantangan,” ujarnya.

Merujuk pada Peraturan BI Nomor 15/2/PBI/2013 tentang Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank Umum Konvensional, bank dinilai dalam kondisi kesulitan yang membahayakan jika NPL melebihi 5,0 persen.

Melihat semester II 2016, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman Hadad menilai industri perbankan cukup siap, salah satunya dilihat naiknya kecukupan dana risiko atau cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN).

Dia mengaku optimsitis NPL semester II akan membaik karena perbankan sudah menerapkan langkah-langkah seperti restrukturisasi kredit. Selain itu faktor pemulihan ekonomi domestik juga diharapkan Muliaman bisa menopang kualitas kredit terhadap debitur korporasi.

“Kelihatannya bulan ini saja sudah ada penurunan sedikit. Mudah-mudahan bulan ini puncaknya,” kata Muliaman.

Sebagai gambaran, bank-bank besar yang masuk dalam kategori Bank Umum Kelompok Usaha IV mencatat kenaikan NPL yang cukup tinggi.

PT. Bank Mandiri Persero Tbk mengalami kenaikan NPL menjadi 3,86 persen (gross) dari 2,43 persen, yang pada akhirnya menekan perolehan laba mereka. Begitu juga PT. Bank Negara Indonesia Persero Tbk (BNI) mencatatkan kenaikan NPL dari 2,7 persen secara gross menjadi 3,0 persen pada akhir semester I 2016.

Artikel ini ditulis oleh:

Antara
Eka