Jakarta, Aktual.com — Kewenangan Kejaksaan Agung untuk menyatakan kerugian negara terhadap kasus Cessie (piutang) yang melibatkan PT Victoria Securities International Corporation (VSIC) dipertanyakan, karena biasanya yang melakukan audit terhadap kerugian negara adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Direktur Center of Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi menilai bahwa secara hukum Kejagung bisa saja menghitung sendiri dan menyatakan sebuah kerugian negara dalam satu kasus, asalkan memang memiliki bukti yang akurat dan memenuhi. Bahkan, BPK pun bisa saja bergerak dari temuan Kejagung ini.
“Dalam kasus VSIC ini, kerugian negaranya dimana? Karena ini bermula dari bisnis to bisnis antara VSIC dengan Adyaesta Ciptatama Grup (AG) yang gagal menemui titik tengah dalam upaya buyback Cessie piutang yang dibeli VSIC dari BPPN. VSIC beli dari BPPN Rp32 miliar, lalu sekarang mau dibeli kembali oleh Adyaesta, justru dibanderol dengan harga Rp2,1 triliun. Lalu Adyaesta mengadu ke penegak hukum dengan tuduhan ada tindak korupsi,” kata Uchok dalam diskusi publik bertajuk ‘Membongkar Kasus Cessie di Tengah Ancaman Krisis’ di Grand Sahid Hotel, Jakarta, Kamis (27/8).
Berdasarkan dokumen yang dihimpun Aktual, perkara ini bermula saat sebuah perusahaan bernama PT Adyaesta Ciptatama meminjam sekitar Rp266 miliar ke BTN untuk membangun perumahan di Karawang seluas 1.200 hektare sekitar akhir tahun 1990. Saat Indonesia memasuki krisis moneter 1998, pemerintah memasukan BTN ke BPPN untuk diselamatkan.
Sejumlah kredit macet kemudian dilelang, termasuk utang Adyaesta. VSIC membeli aset itu dengan harga Rp 32 miliar. Seiring waktu, pihak Adyaesta ingin menebus aset tersebut, namun, VSIC menyodorkan nilai Rp2,1 triliun atas aset itu. Pasalnya, nilai hutang tersebut setelah dikalkulasi dengan jumlah bunga dan denda, saat ini sudah bernilai Rp3,1 triliun.
Pada 2013, pihak Adyaesta melalui kuasa hukumnya Johnson Panjaitan kemudian melaporkan VSIC ke Kejaksaan Tinggi DKI atas tuduhan permainan dalam penentuan nilai aset yang dinilai merugikan negara. Saat ini, kasus tersebut diambil alih oleh Kejaksaan Agung.
Menurutnya, terlihat Kejagung ini ingin masuk dan fokus kepada nilai pembelian VSIC ke BPPN yang sebesar Rp32 miliar, karena nilai hutangnya Adyaesta sendiri sebesar Rp596 miliar.
“Ini kerugian negaranya dimana? Kalau dilihat selisihnya saja, kenapa permasalahan Bank lain atau cassie lain tidak diangkat? Kenapa hanya VSIC?,” ucapnya.
Dikatakannya, Kejagung harus segera menjelaskan permasalahan dalam kasus ini, karena jika kasus ini dibiarkan mengambang tanpa kejelasan maka akan mengganggu stabilitas investasi.
“Harusnya dipanggil dulu, BPPN, BI, BTN dan pihak-pihak terkait. Baru mengarah ke VSIC. Kejagung ini tidak main cantik memang, hanya main-main saja ini,” tutupnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Eka