Jakarta, Aktual.com — Kegiatan ekspor bunga kering dari perajin di Kota Denpasar, Bali untuk tujuan ke Jerman, belakangan ini terhenti karena terjadinya krisis ekonomi yang melanda negara-negara Eropa.

“Sebenarnya sudah lama kami mengekspor bunga kering ke Jerman, tapi sejak ada krisis ekonomi di Eropa beberapa waktu lalu, maka ekspor itu terhenti. Padahal Jerman itu pasar yang potensial sekali untuk pemasaran bunga kering,” kata Asri Kardha, perajin bunga kering di Denpasar, Minggu (28/2).

Dia melanjutkan, kerajinan bunga kering itu sudah dirintis sejak tahun 1998 dengan menggunakan bahan baku dari alam. Antara lain memakai kulit jagung, daun lontar, buah lotus, buah palem, ‘keloping’ kelapa, buah kepu dan berbagai jenis buah lain yang sifatnya keras.

Bahan baku itu dicari dari berbagai daerah di Bali. Khususnya di Denpasar, Kintamani dan Bedugul. Belakangan pencarian bahan baku dilakukan dengan menggalang kerja sama dengan tukang kebun hotel, pemulung atau tukang sapu di jalanan.

“Soal bahan baku tidak pernah ada masalah, karena pasokan selalu ada. Justru faktor cuaca yang jadi masalah berhubung sekarang ini kan musim hujan. Jadi pengeringan bahan baku terkendala faktor alam,” ujar Asri.

Untuk mengeringkan bahan baku, ucap dia, memang membutuhkan waktu dua hingga empat hari, agar bahan baku benar-benar tidak ada kandungan air. Proses pengeringan pun harus sering dilakukan berkali-kali, apalagi jika bahan baku itu melalui proses pewarnaan.

“Tapi kalau konsumen dari Jerman, lebih suka rangkaian bunga kering dengan warna natural, alami seperti di alam. Tidak pakai pewarna tertentu,” ujar sekretaris Iwapi ini.

Sembari menunggu kemungkinan mengekspor kembali kerajinan bunga kering ke luar negeri, Asri pun mempergiat untuk promosi ke berbagai pameran baik di Bali maupun luar daerah.

“Even tahunan Pesta Kesenian Bali (PKB) tidak pernah dilewatkan dan respon masyarakat sangat bagus. Asal ada produk rangkaian bunga kering baru, selalu diburu. Harga terjangkau, kalau keloping kelapa yang bisa digunakan untuk tempat buah harganya Rp20 ribu,” katanya.

Untuk rangkaian bunga, lanjutnya, harganya mulai dari Rp75 ribu hingga pernah mencapai Rp2,7 juta. “Harga yang terakhir untuk rangkaian bunga setinggi tiga meter, yang dipesan untuk menghias lobi hotel atau perkantoran. Rangkaian bunga berukuran tinggi ramai kalau mau pergantian tahun atau hari raya keagamaan,” ucap dia.

Ketika pasar domestik mulai ramai, katanya, ada permasalahan dengan pengemasan produk. Saat rangkaian bunga itu mau dikirimkan ke konsumen di luar Bali, maka memerlukan pengemasan khusus agar tiba di tempat tujuan dalam keadaan tetap bagus. Pengemasan inilah yang nilainya cukup mahal, sehingga kadang melebihi harga produk kerajinan bunga kering.

“Saya masih mencari-cari produsen produk kemasan produk untuk diajak bekerja sama. Jika masalah kemasan sudah teratasi, maka pasar domestik bisa digenjot pemasarannya. Kalau kirim keluar negeri pakai kontainer jadi barang aman sampai tujuan,” ucap dia.

Artikel ini ditulis oleh:

Antara