Jakarta, Aktual.com – PT Pertamina (Persero) mecemaskan potensi ancaman krisis gas yang akan melanda Indonesia dalam satu dekade mendatang. Tanda-tanda ini sudah ditunjukkan dengan semakin melemahnya pasokan ataupun stock gas tanah air.
Kemudian minimnya persediaan infrastruktur akan semakin menjadi persoalan tersendiri untuk menopang kebutuhan dalam negeri. Oleh karenanya Pertamina meminta dukungan dari pemerintah terhadap persoalan gas dalam negeri.
“Suplai gas memang cukup punya banyak masalah, ini ditunjukkan bagaimana pada 5-6 tahun yang lalu ada kelebihan stock LNG, tapi sekarang dibeberapa wilayah justru kita kekurangan,” kata Direktur Gas Pertamina, Yenni Andayani disela-sela pembukaan International Indonesia Gas Infrastructure Conference and Exhibition 2016 di Hotel Refles Jakarta (30/8).
Kemudian Yenni memaparkan bahwa saat ini kebanyakan negara di Asean sedang bersiap menghadapi potensi permintaan yang tinggi akan gas dengan membangun berbagai infrastruktur dan fasilitas gas.
“Asean akan mengalami peningkatan demand untuk LNG. Diekspektasikan akan menjadi net importir di tahun 2030. Asean akan berubah jadi net eksportir ke net importir di 2030. Impor untuk Asean akan sama seperti India dan Korea. Dua negara itu sudah mulai impor LNG, di mana Korea mulai impor dua dekade lalu sedangkan India mungkin baru satu dekade lagi,” ujarnya.
Dia melihat negara Malaysia dan Thailand telah mampu membaca situasi yang akan menyulitkan ini hingga mereka begitu impresif melakukan pembangunan infrastruktur gas. Makanya menurut Yenni, Indonesia harus lebih siap menghadapi ini.
“Saat ini Indonesia sudah sebagai negara importir gas padahal di tahun 80-90an kita sebagai eksportir terbesar. Kondisi ini membuat kita harus sadar pentingnya infrastruktur,” tambahnya.
Sementara pada saat yang bersamaan, perubahan paradigma penggunaan energi turut menjadi faktor utama peningkatan konsumsi gas dalam beberapa tahun terakhir. Industri tidak lagi mengandalkan penggunaan BBM namun beralih ke gas. Kapasitas konsumsi permintan industri sebesar 98,26 persen, rumah tangga sebesar 0,11 persen, untuk komersil sebesar 1,34 persen dan gas transportasi sebesar 0,29 persen.
Pada 2021 gap antara demand dan supply gas diperkirakan akan terjadi dengan kapasitas rata-rata permintaan mencapai 5.700 mmscfd. Gap tersebut akan semakin bertambah dimana hingga 2025 permintaan akan gas bisa mencapai 9.100 mmscfd ini terus berkembang hingga pada tahun 2030 sebesar 11.300 mmscfd sementara supply yang bisa dipenuhi hanya 4.100 mmscfd.
(Dadang Sah)
Artikel ini ditulis oleh:
Dadangsah Dapunta
Arbie Marwan