Plt Menteri ESDM Luhut Binsar Panjaitan didampingi jajarannya menhadiri rapat kerja dengan Komisi VII DPR di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (1/9). Raker tersebut membahas mengenai asumsi di bidang energi dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2017 dan membahas mengenai sejumlah program dari Menteri ESDM sebelumnya yakni Arcandra Tahar yang ingin Luhut lanjutkan. AKTUAL/TINO OKTAVIANO

Jakarta, Aktual.com-Plt Menteri ESDM Luhut Binsar Pandjaitan mengaku kesal dengan kritik yang disampaikan oleh anggota dewan saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI. Penyebab kemarahan itu dijelaskan oleh Wakil Ketua Komisi VII DPR, Mulyadi masih dalam koridor pengawasan dan tidak melanggarar etika anggota dewan.

Menurut politisi Partai Demokrat tersebut, kemarahan Luhut dikarena ketidakpahamannya terhadap permasalahan ESDM yang saat ini terjadi. Ia menjelaskan poin yang dikritisi oleh dirinya adalah terkait banyaknya para pengembang Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) yang menjadikan surat izin pengembangan diperjualbelikan sesama pengembang usai memenangkan tender PPA.

Dampaknya pembangunan PLTMH tidak menunjukkan keseriusan dan bertahun-tahun pembangunan tidak kunjung direalisasikan oleh investor.

“Banyak para pengembang yang hanya ngurusnya itu sampai PPA, abis itu tujuannya itu tidak investasi, jadi dialihkanlah ke pihak lain, setelah itu dia jual, orang lain lagi yang investasi tapi akhirnya tidak jalan jalan. Akhirnya tujuan dari pemerintah untuk terbangunnya PLTMH itu tidak tercapai. Sejauh ini pengawasan saya selaku dewan, banyak itu terjadi. Dan itu diakui oleh Dirjen EBTKE,” kata Mulyadi kepada Aktual.com di Komisi VII DPR usai ribut dengan LBP. Selasa (6/9).

Namun dia merasa maklum atas perselisihan tersebut, menurutnya kesalah pahaman itu karena LBP belum memahami permasalah sektor ESDM secara tehnis.

“Tapi karena ini Plt Menteri baru, dia tidak begitu mengerti karena dia baru ikut berapa lama, ini baru kita bahas. Pak luhut ini belum sampai 1 bulan, dia kan belum tahu persis apa yang suda kita rapatkan dalam 2 tahun ini,” tukasnya.

Namun pada prinsipnya dia minta pemerintah menghormati hak dan fungsi DPR, karena sudah menjadi amanah konstitusi bagi DPR untuk melakukan pengawasan bagi pemerintah.

“Ya kalau pemerintah tidak merasa nyaman, jangan datang ke Parlemen. Program-program itu harus ada masukan dan persetujuan dari Parlemen yang dijamin UU. Jadi dalam aturan, apa yang saya lakukan tidak keluar dari aturan, itu wajib kita lakukan. Kalau pemerintah tidak nyaman dengan DPR, berari pemerintah tidak mengikuti sistem ketatanegaraan kita,” pungkasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Dadangsah Dapunta