Jakarta, Aktual.com – Kantor Staf Presiden (KSP) meminta skema program kemitraan pengalihan lahan petani Indramayu, Jawa Barat, menjadi tanaman tebu yang dilakukan bersama PT PG Rajawali II (RNI Group), dilakukan secara transparan.
“Transparansi skema kemitraan sebaiknya disampaikan dengan bahasa yang bisa dipahami oleh petani-petani calon mitra,” kata Tenaga Ahli KSP Ngathoillah dalam rapat koordinasi antara KSP dan PT PG Rajawali II, pemda, dan kepolisian Indramayu secara daring di Jakarta, Sabtu (6/11).
Sebelumnya, pada hari Rabu (3/11) KSP menemui puluhan petani Kecamatan Cikedung Indramayu yang berunjuk rasa di depan Istana Merdeka Jakarta.
Petani menuntut PT PG Rajawali II membatalkan program kemitraan pengalihan lahan ke tanaman tebu karena dianggap merugikan, seperti yang terjadi di Majalengka.
“Sosialisasi kepada Mitra Petani perlu dilakukan secara berkala bersama dengan Pemerintah Daerah, mengingat masih ada beberapa desa di Kabupaten Indramayu yang belum menjadi Mitra PT PG Rajawali II RNI Group,” kata Ngathoillah.
Menanggapi hal tersebut, Asisten Ekonomi dan Pembangunan Setda Indramayu Maman Kostaman menjelaskan bahwa pemda kerap melakukan sosialisasi serta edukasi kepada masyarakat lokal dan para petani tentang program kemitraan pemerintah dengan petani.
“Kami selalu terbuka menerima aspirasi petani soal edukasi kemitraan dengan pemerintah,” ujar Maman.
Sementara itu, Direktur Utama PT RNI (Persero) Arief Prasetyo Adi mengatakan bahwa RNI sebagai calon induk BUMN pangan akan terus meningkatkan program kemitraan dengan petani tebu dengan menyinergikan antara petani, BUMDes, dan pabrik gula.
“Mitra petani berperan dalam produksi tebu dan bahan baku di pabrik gula. Oleh karena itu, peningkatan kemitraan dengan petani terus dilakukan bersinergi dengan BUMDes setempat,” kata Arief.
Sebagai informasi, PT PG Rajawali II mengelola 12.000 hektare lahan HGU, masing-masing 6.000 hektare di Majalengka dan 6.000 hektare di Indramayu. Sejak 2018 pengelolaan lahan yang awalnya dilakukan secara swadaya berubah menjadi kemitraan dengan petani penggarap dari desa-desa penyangga.
Di Majalengka program tersebut sudah berjalan dengan realisasi penanaman tebu di atas 5.000 hektare, sedangkan di Indramayu sampai saat ini masih memunculkan pro dan kontra.
Artikel ini ditulis oleh:
Antara
A. Hilmi