Laporan yang diberikan per 14 hari tersebut, menjadi obyek yang disasar oleh KSTJ. Nelson mengatakan jika pihaknya ingin mengetahui pencabutan moratorium Pulau C, Pulau D dan Pulau G berdasar laporan-laporan tersebut.
“Kita ingin melihat apakah ada perbaikan atau tidak. Kan ada kewajiban untuk membuat kanal di antara Pulau C dan Pulau D. Jadi yang tadinya nyambung jadi dipisah,” jelas Nelson seraya menyebut salah satu kewajiban pengembang.
Berdasar SK Nomor 354/Menlhk/Setjen/Kum.9/5/2016, terdapat 11 kewajiban yang harus dipenuhi oleh PT Kapuk Naga Indah (PT KNI) untuk melanjutkan pembangunan Pulau C dan Pulau D. Sedangkan pada moratorium Pulau G, terdapat 12 kewajiban yang harus dipenuhi oleh PT Muara Wisesa Samudra (PT MWS) untuk melanjutkan pembangunan pulau tersebut.
Menurut Nelson, sebelumnya pihaknya telah mengirim surat kepada KLHK untuk meminta laporan yang dibuat kedua pengembang tersebut sejak Mei 2017. Hanya saja, pihak KLHK hanya memberikan SK pencabutan moratorium Pulau C dan Pulau D sebagai balasannya, tanpa disertai laporan-laporan yang seharusnya diberikan PT KNI dan PT MWS.
“(Hanya) yang Pulau C dan D, yang Pulau G justru enggak ada. Makanya (Menko Maritim) Luhut ngaco nih, di surat balasan KLHK disebutkan masih dalam pembahasan di Pemprov DKI,” jelasnya.
“Jadi kalau kita lihat dari sini (surat KLHK kepada KSTJ), belum dicabut ya. Tapi Luhut bilang sudah dicabut semua,” ujarnya menyebut isi surat bertanggal 4 Oktober 2017 tersebut.
Laporan: Teuku Wildan
Artikel ini ditulis oleh:
Teuku Wildan
Andy Abdul Hamid