Jakarta, Aktual.com – Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta (KSTJ) menyoroti penyerahan sertifikat Hak Pengelolaan Lahan (HPL) Pulau C dan D oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) kepada Pemerintahan Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta.
Penyerahan HPL ini secara substansi telah melanggar ketentuan yang ada. Hal ini dikarenakan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) dua pulau reklamasi tersebut belum dilakukan dengan prosedur yang ditentukan.
“Tidak pernah ada pemberitahuan dan dikonsultasi kepada publik, sehingga sudah cacat secara prosedur dan secara substansi tidak ada penilaian terkait kajian-kajian yang dilakukan oleh Kementrian Kelautan dan Perikanan yang menunjukkan dampak dari sosial dan ekonomi,” ungkap Marthin dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (30/8).
Dengan demikian, ia menyatakan jika sertifikat tersebut tidak dapat menjadi dasar penerbitan Hak Guna Bangunan (HGB) Pulau D yang dikeluarkan Kantor Pertanahan Jakarta Utara, pada 24 Agustus 2017 lalu.
Pasalnya, Pulau C dan D sendiri sejatinya hanya dapat dikelola untuk kawasan non komersil, seperti lahan hijau atau hutan mangrove.
“Tidak untuk kawasan komersil yang untuk penguasaan HGB (Hak Guna Bangunan) dan diterima oleh pengembang,” ujarnya.
“Jika perusahaan pengembang dan Pemprov DKI tetap ngotot dengan pembangunan di pulau C dan D menurut penilaian kami akan ada pelanggaran pidana jika terus mendorong pembangunan di pulau C dan D untuk kawasan komersil,” imbuh Ketua DPP Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) ini.
Sementara itu, anggota KSTJ lainnya, Matthew Michelle, secara gamblang menyatakan jika pihaknya menolak secara tegas penyerahan HPL kepada Pemprov DKI Jakarta.
“Jadi pada dasarnya sikap kami menolak kebijakan-kebijakan pemerintah terkait dengan hak pengelolaan lahan tersebut,” ujar Matthew.
Laporan Teuku Wildan
Artikel ini ditulis oleh: