Tudingan KSTJ cukup berdasar lantaran majelis hakim sempat menyebut Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) di tengah persidangan. Menurut Ohiyongyi, kajian yang dimintanya merupakan hasil lengkap dari kajian yang dilakukan oleh Komite Gabungan Reklamasi, tidak tersangkut dengan KLHS reklamasi Teluk Jakarta.

“Padahal kami enggak minta KLHS, kami hanya minta kajian sosial, lingkungan hidup dan ekonomi dari komite gabungan,” jelas anggota Indonesia Center Enviromental Law (ICEL) ini menambahkan.

Di tempat yang sama, perwakilan KSTJ lainnya, Marthin Hadiwinata menyesalkan keputusan hakim yang disebutnya tidak membuat duduk perkara masalah ini menjadi lebih jelas.

Putusan PTUN Jakarta, lanjutnya, telah menambah kebobrokan yang dilakukan negara terkait pelaksanaan reklamasi di Teluk Jakarta. Lebih lanjut, ia pun menuduh pemerintah akan melakukan segala cara untuk memuluskan proyek yang membutuhkan dana sebesar ratusan triliun rupiah ini.

Sebelumnya, pemerintah pusat telah memberikan sertifikat Hak Pengelolaan Lahan (HPL) serta Hak Guna Bangunan (HGB) dua pulau reklamasi di Teluk Jakarta kepada Pemprov DKI Jakarta dan PT Kapuk Naga Indah selaku pengembang.

“Intinya kita sangat kecewa, (kelanjutan) reklamasi ini sangat tertutup. Ini menunjukkan bahwa reklamasi ini direkayasa agar bisa berjalan kembali,” ujar Marthin.
Laporan: Teuku Wildan A

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby