Jakarta, Aktual.com – Komisi D DPRD Maluku menyatakan keprihatinnya dengan persoalan kualitas pendidikan di daerah ini yang masuk kategori terpuruk di Indonesia, akibat tidak berfungsinya evaluasi kompetensi guru (EKG).
“Dari 34 provinsi di Indonesia, Maluku masuk rangking terakhir uji kompetensi guru tingkat nasional tahun 2018,” kata ketua komisi D DPRD Maluku, Saadyah Uluputty di Ambon, Sabtu.
Padahal, dalam struktur Kemendikbud sudah ada perangkat untuk melakukan evaluasi terhadap para guru, seperti sistem pengawas sekolah, namun melihat kondisi seperti ini menggabarkan pengawasannya lemah.
“Kita begitu jatuh sampai di bawah seperti ini, urutan terakhir dari 34 provinsi di Indonesia,” ujarnya.
Beberapa hal yang disampaikan Kadis Dikbud Maluku dalam rakor dengan komisi, yang paling utama adalah beberapa daerah di Maluku masih banyak muncul masalah kekurangan tenaga guru.
“Kita baru melihat dari sisi kuantitatifnya, sedangkan untuk sisi kualitatifnya, komisi D akan menggelar rapat bersama dengan Lembagan Penjamin Mutu Pendidikan agar kita lebih tahu lagi sesuai basis data dan menggali akar permasalahan yang sesungguhnya,” ujar Saadyah.
Pihak Dikbud Maluku juga mengakui masih kurangnya pelatihan-pelatihan guru, kurangnya KKG, dan minimnya pelatihan peningkatan kapasitas guru.
Selain itu, beberapa guru di bagian kejuruan juga mengakui bahwa guru-guru produktif masih sangat terbatas dan kualitasnya juga masih di bawah.
Tahun lalu ada alokasi dana dalam APBD untuk kegiatan traning guru tetapi komisi mengaku belum melihat sampai pada instrumen seperti itu.
Dalam rapat kerja dengan pihak dinas pada taggal 21 Agustus 2018 masih memandang pada prespektif kuantitatifnya, jadi seberapa banyak jumlah guru-guru yang tersebar di Maluku.
Bila dibuat perengkingan itu mana yang masih kurang dan daerah mana yang lebih, ternyata Kabupaten Maluku Tengah menduduki rangking teratas jumlah guru yang masih sangat minim, sementara di Kota Ambon terjadi kelebihan 364 guru.
Kondisi yang sama juga ditemukan pada daerah lain seperti Kabupaten Kepulauan Aru dan Kabupaten Maluku Tenggara.
Lebih terkonsentrasinya tenaga guru di Kota Ambon akibat masih fokus pada masalah kekeluargaan, misalnya ada guru yang suaminya berprofes sebagai ASN atau anggota TNI/Polri yang bertugas di Ambon sehingga mereka tidak ditempatkan pada kabupaten/kota lainnya di Maluku.
“Kami minta para guru juga bisa meningkatkan kapasitas mereka melalui cara belajar lebih banyak dan menyesuaikan di dengan kemajuan teknologi dan mencari berbagai referensi serta literasi yang ada sehingga bisa berkembang,” imbau Saadyah.
Kompetensi guru yang masih rendah di Maluku juga tidak berbanding lurus dengan indikator kelulusan para siswa SMA/SMK yang mencapai 100 persen.
“Makanya kami minta ke beberapa univeritas swasta dan negeri maupun LPMP agar bisa membuat sebuah formulasi atau evaluasi bagaimana kondisi guru di daerah karena ada beberapa kampus yang punya pengabdian ke situ,” katanya.
Ant
Artikel ini ditulis oleh:
Dadangsah Dapunta