Jakarta, Aktual.com – Sejumlah negara bahkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) turut angkat bicara mengenai Kudeta militer yang diduga tengah terjadi di Myanmar. Usai menerima laporan atas terjadinya penangkapan Aung San Suu Kyi, Presiden Wyn Myint dan beberapa tokoh lainnya, Amerika Serikat mendesak Myanmar untuk membebaskan tahanan tersebut.
Juru Bicara Gedung Putih Jen Psaki mengatakan, Amerika akan menghalangi terjadinya transisi demokrasi di Myanmar. Bahkan, akan mengambil tindakan tegas terkait hal ini.
“Amerika Serikat menentang setiap upaya untuk mengubah hasil pemilu baru-baru ini atau menghalangi transisi demokrasi Myanmar, dan akan mengambil tindakan terhadap mereka yang bertanggung jawab jika langkah-langkah ini tidak dibatalkan,” kata Jen Psaki dikutip dari Channel News Asia, Senin (1/2).
Tidak hanya Amerika, Australia juga ikut bersuara. Melalui Menteri Luar Negeri Marisa Payne menyerukan militer Myanmar untuk “menghormati supremasi hukum, untuk menyelesaikan sengketa melalui mekanisme yang sah dan untuk segera membebaskan semua pemimpin sipil dan orang lain yang telah ditahan secara tidak sah.”
Sebelumnya, Jumat (29/1) lalu Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres mengatakan, keprihatinan besar atas perkembangan yang terjadi di Myanmar, dimana ancaman militer dan kudeta membayangi rencana pembukaan parlemen di Myanmar.
Meningkatnya ketegangan antara pemerintah sipil dan militer di Myanmar, menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya kudeta setelah pemilihan umum yang menurut militer curang. Dalam hal ini militer berencana untuk “mengambil tindakan” jika keluhannya tentang pemilihan tidak ditangani dan seorang juru bicara minggu ini menolak untuk mengesampingkan kemungkinan perebutan kekuasaan.
“Semua aktor untuk berhenti dari segala bentuk hasutan atau provokasi, menunjukkan kepemimpinan, dan mematuhi norma-norma demokrasi dan menghormati hasil pemilihan umum 8 November,” minta Guterres.
“Semua sengketa pemilu harus diselesaikan melalui mekanisme hukum yang ditetapkan,” tambahnya.
Selain itu, negara-negara Barat mengatakan mereka menantikan “pertemuan damai” parlemen pada hari Senin, di mana penangkapan justru terjadi.
“Kami mendesak militer, dan semua partai lain di negara itu untuk mematuhi norma-norma demokrasi, dan kami menentang segala upaya untuk mengubah hasil pemilu atau menghalangi transisi demokrasi Myanmar,” kata pernyataan yang ditandatangani oleh Kedutaan Besar Australia, Inggris, Kanada, Uni Eropa, dan Amerika Serikat, antara lain.(RRI)
Artikel ini ditulis oleh:
Warto'i