Jakarta, Aktual.com – Pakar hukum HS Natabaya menilai bahwa delik pemufakatan jahat yang diatur dalam Undang-Undang (UU) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) multitafsir. Sebab, jika merujuk pada KUHP, konsep pemufakatan jahat sama saja dengan makar.

Begitu pendapat Natabaya saat dihadirkan sebagai ahli dalam sidang perkara uji materi atau judicial review Pasal 15 UU Tipikor di Mahkamah Konstitusi (MK).

“Pemufakatan jahat yang diatur di dalam Pasal 88 KUHP di dalam BAB IX menyatakan bahwa arti beberapa istilah yang dipakai dalam Kitab UU harus dimaknai sebagai perbuatan yang dapat merongrong kekuasaan negara, karena begitulah konsep dari pemufakatan jahat,” papar dia sebagaimana putusan MK Nomor 20/PUU-XIV/2016, dikutip Selasa (13/9).

Lebih jauh dijelaskan eks Hakim Konstitusi, istilah pemufakatan jahat atau makar sendiri hanya dipergunakan dalam kejahatan terhadap keamanan negara, yang penjelasannya termaktub dalam Pasal 107, Pasal 108 dan Pasal 110 KUHP.

Dimana untuk membuktikan adanya pemufakatan jahat, ada tiga caranya. Pertama ada kesepahaman atau meeting of mind, kedua, unsur hukum apa yang dilanggar, ketiga, niat jahat atau mens rea.

“Untuk membuktikan adanya pemufakatan jahat, pertama, harus terbukti kesepakatan diantara pembuat pemufakatan jahat, kedua, dalam pemufakatan jahat itu ada perbuatan nyata yang melawan hukum, dan ketiga ada mens rea untuk melakukan pemufakatan jahat sebagai perbuatan substansi sesuai dengan bukti-bukti yang ada,” terang Natabaya.

Dengan alasan hukum tersebut, Natabaya pun berkesimpulan bahwa Pasal 15 dalam UU Tipikor harus dibatalkan. Karena sulitnya memaknai delik pemufakatan jahat.

“Maka sepatutnya ketentuan Pasal 15 UU Tipikor ini dibatalkan, terutama karena substansinya merupakan hal berbeda dan juga ancaman hukumannya yang juga berbeda atas ketiga norma yang terkandung dalam pasal tersebut adalah norma yang berbeda,” pungkasnya.

Seperti diketahui, penegasan terkait penjelasan terhadap Pasal 15 UU Tipikor merupakan permohonan uji materi dari mantan Ketua DPR RI, Setya Novanto.

Uji materi ini dilakukan demi merespon penanganan kasus pemufakatan jahat dalam perpanjangan izin tambang Pt Freeport Indonesia (FI), yang diduga oleh Kejaksaan Agung dilakukan olehnya. Permohonan uji materi ini pun dikabulkan seluruhnya oleh Majelis Hakim MK.

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby