Aset yang disekuritisasi merupakan piutang yang akan diterima PT Indonesia Power atas perjanjian jual beli listrik dengan PLN yang dihasilkan oleh salah satu pembangkit PT Indonesia Power, Pusat Listrik Tenaga Uap (PLTU) Suralaya. PLTU ini memiliki kapasitas 3.400 Mega Watt (MW) dan berkontribusi sekitar 12 persen pada sistem Jawa Bali.
Diperkirakan revenue stream PLN per tahun sekitar Rp 300 triliun. Hal ini akan menjadi jaminan/quarantee dari kontrak investasi, yang sebagiannya berasal dari prepaid dari pelanggan sebesar 12 persen. Dalam satu tahun, lanjutnya, penerimaan transaksi listrik PLTU Suralaya sebesar Rp 12 triliun yang terbagi atas beberapa komponen, yaitu Pengembalian Investasi; Pemeliharaan; Bahan Bakar; dan Pelumas, Kimia, Air, dan lain sebagainya. Komponen Pengembalian Investasi inilah yang menjadi pengembalian dari pinjaman dari KIK-EBA ini. Dalam kontrak PPA ini, nantinya akan mendapatkan Rp 2,5 triliun pertahun dari hasil penjualan sebesar Rp 12 triliun tersebut.
“Sangatlah tepat bagi para investor untuk berinvestasi pada struktur EBA ini, karena memiliki tingkat risiko yang jauh lebih rendah, mesin pembangkitnya sudah tersedia dan jaminan transaksinya jualbelinya sudah pasti oleh PLN dimana dalam jangka waktu 5 tahun kedepan sebesar Rp 10 triliun akan dikembalikan dalam bentuk PPA/kontrak jangka panjang yang sudah pasti,” ujarnya Sarwono.
Lalu Sarwono menegaskan, tidak ada aset tetap PLN yang dijual dalam sekuritisasi aset. Aset pembangkit masih menjadi milik Indonesia Power dan tetap dicatat di buku konsolidasi PLN sebagai induk perusahaan, dengan kata lain tidak terjadi perpindahan aset tetap.
“Demikian juga dengan kepemilikan saham, dengan sekuritisasi aset ini tidak ada pengalihan saham ataupun privatisasi. Pemerintah tetap sebagai pemilik saham PLN seratus persen. Dan PLN pun tetap sebagai pemilik saham Indonesia Power,” tegasnya Sarwono.
Nantinya dana yang diperoleh dari sekuritisasi EBA ini akan digunakan untuk membangun proyek infrastruktur kelistrikan Indonesia. “Kita rencanakan tenor 5 tahun untuk sekuritisasi aset ini,” pungkas Sarwono.
(Dadangsah Dapunta)
Artikel ini ditulis oleh:
Dadangsah Dapunta
Eka