Denpasar, Aktual.com — Nilai tukar dolar naik hingga menembus angka Rp13.500 berdampak buruk terhadap perekonomian Indonesia, termasuk Bali yang mengakibatkan perekonomian daerah ini mengalami kelesuan.
“Kami mengupayakan agar mampu menahan harga sedemikian rupa, meskipun kondisi perekonomian sedang lesu saat ini,” kata Direktur salah satu pusat perbelanjaan di Kota Denpasar, Hans Prawira Rabu (29/7).
Pihaknya menjual berbagai kebutuhan pokok dan perlengkapan rumah tangga dengan harapan tetap diminati konsumen.
Hans Prawira mengaku, menguatnya nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) terhadap rupiah dapat mengancam kelangsungan usaha perusahaan lokal termasuk jenis usaha industri lainnya.
Meskipun yang dijual adalah produk lokal, namun banyak diantaranya mengandung komponen impor. Dengan demikian jika dolar tidak terkendali, maka kenaikan harga produk menjadi tidak terelakkan.
Hans mengaku, pemasok produk sampai saat ini terus berusaha menahan harga menghadapi pertumbuhan ekonomi yang menurun. Namun, jika dolar terus menguat, akan sulit untuk menahan harga tetap pada posisi seperti sekarang ini.
“Kami khawatirkan adalah kenaikan harga dari pemasok. Tapi selama dolar masih relatif di angka Rp 13.500 dan tidak terlalu naik, kami masih akan terus bertahan,” ujarnya.
Tahun 2015, ada beberapa kategori produk yang harganya naik 9-11 persen, salah satunya susu. Oleh sebab itu, jika memang harus ada kenaikan harga, maka akan dinaikkan perlahan antara 3-4 persen.
Meski kondisi ekonomi sedang sulit, tetap berusaha mempertahankan pendapatan, perusahaan dengan menargetkan pertumbuhan pendapatan 14-15 persen.
Menurutnya, ada dua hal yang dilakukan untuk mencapai target tersebut, diantaranya konsolidasi internal dan efisiensi.
“Efisiensi salah satunya dengan mengoptimalkan penggunaan teknologi, misalnya, penggunaan tablet untuk aktivitas keseharian.
Artikel ini ditulis oleh: