Puluhan wartawan media cetak dan elektronik menggantungkan alat dan atribut peliputan ketika menggelar aksi solidaritas di depan Mapolda Riau di Pekanbaru, Riau, Senin (7/12). Dalam orasinya wartawan mengecam keras segala tindakan kekerasan terhadap jurnalis, dan meminta kepada Kapolda Riau Brigjen Pol Dolly Bambang Hermawan untuk menindak tegas anggotanya yang melakukan pengeroyokan terhadap seorang jurnalis yang tengah meliput kerusuhan Kongres HMI XXIX di Pekanbaru pada Sabtu (5/12) kemarin. ANTARA FOTO/Rony Muharrman/pd/15

Jakarta, Aktual.com — Koalisi Wartawan Anti Kekerasan Sumatera Barat menggelar aksi solidaritas dan mengecam tindakan kekerasan anggota kepolisian terhadap wartawan yang tengah meliput kerusuhan Kongres HMI di Pekanbaru, Sabtu (5/12).

“Tindakan sewenang-wenang (premanisme) nyatanya masih terjadi, yang menjadi korban adalah wartawan yang secara tegas dilindungi undang-undang saat melakukan pekerjaan jurnalistik. Polisi dapat dikatakan gagal menjalankan tugas keamanan, dan mengingkari undang-undang,” kata Koordinator Lapangan (Korlap) aksi, Putra Tanhar, di Padang, Senin (7/12).

Dia menjelaskan kekerasan terhadap wartawan oleh oknum kepolisian tidak hanya di Pekanbaru saja, dengan Zuhri Febrianto, wartawan salah satu media online di Riau. Melainkan juga di Soppeng, Sulawesi Selatan, korban adalah wartawan Tribun Timur Abdul Azis Alimuddin, dan wartawan Koran Sindo Jumadi Nurdin, saat meliput kampanye akbar di lapangan Gasis. Kedua kasus itu adalah catatan selama Desember 2015.

Atas dua kejadian itu, lanjutnya, Kepolisian RI diminta untuk melakukan evaluasi terhadap pola pendidikan anggota kepolisian, karena secara langsung tindakan premanisme menimbulkan anggapan polisi humanis hanya sebatas catatan kertas.

Dia juga mengatakan dalam aspek hukum, kepala kepolisian harus mendukung penerapan sanksi yang tegas terhadap pelaku. Tidak hanya sanksi administrasi atapun disiplin, melainkan juga pidana.

“Perbuatan mereka jelas-jelas merupakan tindak pidana, melanggar Pasal 18 (1) Undang-undang tentang Pers, dan pasal penganiayaan dalam KUHP,” katanya.

Para pelaku, lanjutnya, layak untuk diadili dalam proses peradilan umum. Pihak kepolisian diminta untuk mendukung setiap proses hukum yang berlaku, selain itu juga dapat menjadi pembelajaran bagi anggota kepolisian yang lain.

Wartawan Posmetro Padang Benny Okva, meminta agar kejadian semacam itu tidak terulang kembali. “Jangan lagi ada kekerasan oleh ‘orang berseragam’. Tidak hanya untuk kami (jurnalis), tapi juga masyarakat,” katanya.

Ratusan wartawan dari berbagai media itu melakukan aksi solidaritas pada Senin, sekitar Pukul 10.00 WIB-12.00 WIB, di rumah dinas kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) dan Mapolda Sumbar.

Aksi dilakukan dengan menyampaikan orasi dan penuntutan, dan penggantungan alat serta atribut peliputan. Di Mapolda Sumbar, Jl Jendera Sudirman, juga dilakukan penyerahan surat yang diterima langsung oleh Wakil Kepala Kepolisian Daerah Sumbar, Nur Afiah.

Dia mengatakan penindakan hukum terhadap oknum polisi harus dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. “Permintaan wartawan akan kami sampaikan dan mengusut tuntas semua kasus kekerasan terhadap wartawan,” ujar dia.

Sementara Kapolda Riau yang menerima aksi solidaritas insan pers di daerah itu Senin (7/12), menyatakan bahwa pihaknya tidak akan melindungi anggota yang bersalah. Dia juga meminta maaf, dan menyatakan dirinya tidak akan mencari justifikasi dan pembenaran terhadap perilaku anggotanya.

Artikel ini ditulis oleh:

Wisnu