Jakarta, Aktual.com – Ketua Komisi Yudisial Jaja Ahmad Jayus, mengatakan dalam rangka penyelenggaraan pemilihan umum legislatif dan pemilihan Presiden secara serentak 2019, pihaknya akan melakukan pemantauan jika ada sengketa pemilu dan pidana pemilu yang perkaranya dibawa ke pengadilan.
“Dalam rangka peningkatan pengawasan, terutama yang bersifat mencegah, kita akan melakukan pemantauan berkaitan dengan kegiatan pemilu,” kata Jaja di Jakarta, Senin (13/8).
Menurut Ketua KY ini, KY akan melakukan pemantauan, baik terhadap sengketa administratif pemilu maupun terhadap pidana pemilu yang dibawa ke pengadilan.
“Nanti serentak selama enam bulan, mungkin sekitar Maret 2019 hingga berakhirnya masa pemilu,” kata Jaja.
Dia mengungkapkan bahwa pengawasan ini tidak hanya dilakukan dalam pengadilan saja, tetapi juga di luar peradilan.
“Maksudnya, supaya hakim itu tidak di dekati oleh pihak-pihak yang ingin mengganggu independensi hakim,” katanya.
Jaja mengatakan bahwa pihaknya akan melakukan pemetaan terhadap daerah-daerah yang rawan konflik akan dilakukan pengawasan yang lebih masif.
“Para komisioner dan pegawai KY akan dibagi per wilayah, terutama untuk daerah-daerah yang tanda kutip rawan konflik akan dilakukan secara masif,” jelasnya.
Komisi Yudisial akan mendorong hakim itu independen, sehingga putusannya itu obyektif, bisa dipertanggungjawabkan dan terwujudnya pengadilan yang bersih dan jujur, harap Jaja.
Dalam rangka pengawasan ini, lanjutnya, pihaknya akan menggandeng perguruan tinggi dan lembaga swadaya masyarakat yang bergerak dibidang hukum.
“Kalau kita memiliki kemampuan anggaran, mungkin bisa sampai 200 perguruan tinggi dan NGO (LSM) bekerja sama kita,” kata Jaja.
Dia menjelaskan bahwa para mahasiswa-mahasiswa Fakultas Hukum dan para LSM bekerjasama dengan KY akan melakukan pengawasan secara masif.
Ketua KY ini juga akan melakukan diskusi dengan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi terkait pengawasan pengadilan pemilu selama enam bulan ini dinilai sebagai program Kuliah Kerja Nyata (KKN).
“Mahasiswa-mahasiswa yang melakukan pemantauan selama enam bulan itu dianggap sebagai program KKN, tetapi dalam bimbingan dosen-dosen hukum beracara,” jelasnya.
Ant.
Artikel ini ditulis oleh: