Jakarta, Aktual.com — Komisi Yudisial Provinsi Riau akan menganalisa sidang putusan hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pekanbaru, terkait vonis yang ditetapkan kepada lima terdakwa mafia minyak dalam kasus tindak pidana pencucian uang.

Ketua KY Riau Hotman Parulian mengatakan, selama jalannya persidangan perdana hingga putusan, pihaknya tidak melihat adanya pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Pekanbaru kepada para terdakwa.

“Namun, kita akan menganalisis lebih lanjut selama jalannya persidangan dari rekaman yang kita miliki,” kata dia kepada di Pekanbaru, Sabtu (20/6).

Sebelumnya lima terdakwa mafia minyak yakni Ahmad Mahbub alias Abob, Du Nun alias Aguan divonis empat tahun penjara dan denda Rp200 juta. Vonis tersebut jauh lebih rendah dibanding tuntutan jaksa penuntut umum Kejaksaan Negeri Pekanbaru yakni 16 tahun penjara, denda Rp1 miliar dan uang pengganti sebesar Rp27,8 miliar.

Sementara tiga terdakwa lainnya yakni Niwen Khoriyah yang merupakan adik kandung Abob, Yusri dan Arifin Achmad divonis bebas dalam sidang putusan yang digelar maraton Kamis (18/6) sekitar pukul 16.00 WIB hingga 20.05 WIB.

Menanggapi putusan tersebut, KY menilai bahwa pihaknya hingga hari ini belum menerima laporan adanya pelanggaran kode etik yang dilakukan hakim. Selain itu, Hotman juga menyatakan bahwa KY tidak memiliki wewenang untuk mengomentari substansi putusan hakim kepada lima terdakwa.

“Tentu saja kita tidak memiliki wewenang untuk mengomentari substansi putusan hakim. Akan tetapi kita akan tetap melakukan penelusuran lebih jauh,” kata dia.

Hanya saja, lanjut Hotman, selama jalannya persidangan dia tidak menemukan pelanggaran etik. “Kalau sisi hukum acara berjalan dengan normal,” ujarnya.

Dia mengatakan, walaupun pembacaan putusan sempat tertunda, itu merupakan hal teknis. “Dan hakim sudah mengutarakan alasannya dalam persidangan kemarin kan,” tambah Hotman.

Persidangan itu sempat mengalami sejumlah perubahan agenda, di mana sidang mafia minyak beberapa waktu lalu harus dipercepat hingga tiga kali dalam sepekan. Sementara itu, Mayor Antonius Manulang yang dianggap sebagai saksi kunci tidak pernah dihadirkan JPU.

Selain itu, pembacaan tuntutan juga sempat tertunda sebanyak tiga kali, dan pembacaan putusan oleh hakim juga mengalami ketertundaan akibat komputer yang digunakan untuk mencetak 2.000 lembar putusan terserang virus.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Wisnu