Pengacara Otto Cornelis Kaligis (tengah belakang) keluar ruangan seusai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (14/7). KPK menahan Otto Cornelis Kaligis sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap hakim dan panitera Pengadilan Tata Usaha Negara di Medan, Sumatera Utara. ANTARA FOTO/Vitalis Yogi Trisna/kye/15

Jakarta, Aktual.com — Sidang pembacaan dakwaan untuk bekas Ketua Mahkamah Partai Nasdem OC Kaligis kembali ditunda. Penundaan itu resmi ditetapkan hakim Pengadilan Tipikor Sumpeno setelah mendengar penjelasan tersangka kasus dugaan suap hakim PTUN Medan itu.

Dalam memberikan alasannya, politikus Partai Nasdem itu mengeluh soal kondisi kesehatannya. Dia menginginkan diperiksa oleh dokter Terawan yang sudah pernah menangani keluarganya. “Sejak masuk Rutan Guntur tensi saya sangat tinggi. Jadi ini berlangsung sampai hari ini. Tensi saya nggak menentu. Keluhan kepala saya sudah saya adukan ke dokter KPK, dr Yohannes dengan memperlihatkan surat dari RSPAD,” kata Kaligis di awal persidangan.

Mendengar alasan itu, majelis hakim pun seraya tergugah dan mengabulkan permintaan OCK. “Menetapkan, satu, mengabulkan permohonan terdakwa tersebut di atas. Dua, memberi izin kepada terdakwa untuk memeriksakan kesehatan pada dokter Terawan di RSPAD Jakarta pada hari Kamis tanggal 27 dan atau Jumat tanggal 28 dan atau Sabtu tanggal 29 Agustus 2015 dengan pengawalan ketat petugas,” ujar Hakim Sumpeno.

Diketahui, OCK saat ini tengah terbeli kasus dugaan suap terhadap hakim PTUN Medan. Dia diduga telah menyuap hakim, untuk memenangkan gugatan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara terhadap Kejaksaan Tinggi Medan, yang diajukan ke PTUN setempat.

Gugatan tersebut berkaitan dengan penyelidikan kasus dugaan korupsi dan Bantuan Sosial milik Pemprov Sumut tahun anggaran 2011-2013. Dalam gugatan tersebut, pihak Pemprov menyewa jasa pengacara dari OC Kaligis and Associates.

Atas dugaan suap tersebut, politikus Partai Nasdem di jerat dengan Pasal 6 ayat (1) huruf a dan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b, Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana telah diubah dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Artikel ini ditulis oleh:

Wisnu