Jakarta, Aktual.com – Direktur Ekonomi Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Nailul Huda, menilai sistem pembagian royalti musik digital di Indonesia belum mencerminkan keadilan ekonomi. Padahal, sektor musik memiliki dampak ekonomi yang sangat besar dibanding subsektor kreatif lainnya.

“Multiplier effect musik itu paling besar, tetapi royalti yang diterima pencipta justru sangat kecil,” ujar Nailul dalam forum Prasasti Insights di The Sultan Hotel & Residence, Jakarta, Selasa (23/12/2025).

Ia menyebut pendapatan yang diterima kreator dari platform digital tidak sebanding dengan nilai ekonomi yang dihasilkan. Menurutnya, royalti per pemutaran lagu di layanan streaming bahkan hanya bernilai nol koma sekian rupiah.

“Royalti yang diterima itu sangat kecil, bahkan nilainya cuma nol koma sekian rupiah per pemutaran,” tambahnya.

Lebih lanjut, Nailul menjelaskan bahwa nilai royalti tersebut masih harus dibagi lagi kepada berbagai pihak, mulai dari pencipta lagu, komposer, hingga pihak produksi lainnya. Skema ini dinilai membuat musisi kesulitan menikmati hasil ekonomi dari karya mereka sendiri.

Sementara itu, Menteri Ekonomi Kreatif Teuku Riefky Harsya mengakui persoalan data masih menjadi tantangan utama dalam pembenahan tata kelola ekonomi kreatif, termasuk sistem royalti.

“Kalau datanya tidak utuh dan berkelanjutan, kebijakan yang adil juga sulit dibuat,” ujar Teuku.

Ia menjelaskan, pemerintah saat ini tengah membenahi kesinambungan data ekonomi kreatif bersama Badan Pusat Statistik (BPS). Langkah tersebut dinilai penting agar kebijakan terkait royalti, pendanaan, dan investasi dapat disusun berbasis data yang akurat.

Selain subsektor musik, ketimpangan pendapatan juga terjadi pada industri film dan gim digital. Teuku menyinggung persoalan keterbatasan layar, insentif pendanaan, hingga pembajakan digital sebagai tantangan utama.

“Masalahnya itu soal layar, insentif pendanaan, dan pembajakan digital,” katanya.

Pemerintah, lanjut Teuku, tengah menyiapkan skema regulasi dan insentif agar nilai ekonomi digital tidak terus mengalir ke luar negeri. Ia berharap perbaikan tata kelola dapat mendorong pertumbuhan industri kreatif yang sejalan dengan peningkatan kesejahteraan kreator.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka Permadhi