Jakarta, Aktual.com — Laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan pagi ini dibuka masih dalam zona koreksi. Indeks terus melemah 19 poin pagi ini.

IHSG terkoreksi 19,192 poin (0,45%) ke level 4.282,173 pada perdagangan preopening pagi ini, Selasa (8/9). Sementara Indeks LQ45 melemah 4,914 poin (0,68%) ke level 719,018.

Memulai perdagangan, IHSG dibuka turun 22,036 poin (0,51%) ke level 4.279,329. Sedangkan Indeks LQ45 terpangkas 5,676 poin (0,78%) ke level 718,047. Hingga pukul 9.05 waktu JATS, IHSG melemah 28,022 poin (0,65%) ke level 4.273,343. Sedangkan Indeks LQ45 mundur 7,372 poin (1,02%) ke level 716,601.

First Asia Capital dalam risetnya mengemukakan, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bakal bergerak dengan support di level 4270 dan resisten di level 4370, cenderung melemah.

“IHSG diperkirakan masih akan bergerak fluktuatif dibayangi pergerakan nilai tukar rupiah yang cenderung melemah,” kata Analis First Asia Capital David Sutyanto dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (8/9).

Menurutnya, kekhawatiran kenaikan tingkat bunga The Fed bulan ini menjadi sentimen pelemahan rupiah dan berdampak negatif bagi aset beresiko. Minimnya insentif positif dan depresiasi rupiah atas dolar AS yang mendekati level Rp14300 menyusul meningkatnya kekhawatiran kenaikan tingkat bunga The Fed pada pertemuan The Fed bulan ini telah memaksa pasar melepas aset beresiko.

Terbukti, pada perdagangan kemarin penjualan bersih asing mencapai Rp488,93 miliar di tengah nilai transaksi di Pasar Reguler yang hanya Rp2,67 triliun. Tekanan jual kembali mendominasi perdagangan saham kemarin sehingga IHSG pun terkoreksi tajam hingga 113,978 poin (2,58%) di 4301,365.

Dari domestik, sambungnya, selain pelemahan rupiah atas dolar AS, pasar juga dicemaskan dengan turunnya cadangan devisa Indonesia menjadi USD105,3 miliar, posisi terendah sejak April 2014 lalu. Tekanan atas IHSG kemarin kembali menegaskan tren bearish pasar saham.

“Turunnya cadangan devisa, kebijakan uang ketat Bank Indonesia (BI), perlambatan pertumbuhan ekonomi mencerminkan rendahnya daya tahan perekonomian domestik terhadap gejolak perekonomian global,” ungkap David.

Artikel ini ditulis oleh: