Jakarta, Aktual.com – Dua belas paket kebijakan ekonomi yang sudah digelontorkan pemerintah Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK) belum sepenuhnya berdampak terhadap pertumbuhan perekononian.
Pasalnya, dengan kondisi perekonomian yang masih lesu ini membuat laju kredit di semester pertama tahun ini masih melamban. Target kredit Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebesar 14 persen, tapi hingga saat ini baru mencapai 8 persen.
“Sampai semester I-2016, realisasinya (kredit perbankan) melambat. Tapi semester-II nanti akan beda ceritanya. Saya rasa akan banyak faktor yang membuatnya beda,” sebut Kepala Eksekutif Pengawasan Perbankan OJK, Nelson Tampubolon di Jakarta, Selasa (12/7).
Sejauh untuk menggenjot laju kredit, pihak OJK sudah banyak melakukan kebijakan relaksasi. Cuma masalahnya, mestinya saat ini sudah kelihatan dampak dari 12 paket kebijakan ekonomi yang dikeluarkan pemerintah itu terurama terhadap gekiat sektor riil.
“Saat ini belum berdampak ya. Karena paket kebijakan itu begitu diumumkan enggak bisa langsung direspon oleh sektor riil. Ada waktu jedanya,” sebut dia.
Dia berharap, pada semester II ini, paket kebijakan itu akan berdampak, sehingga perekonomian bertumbuh dan perbankan mau menyalurkan kreditnya.
“Kalau dari perbankan sendiri, sekarang ini tidak ada masalah. Mereka masih wait and see. Makanya, 12 paket kebijakan itu diharapkan bisa beri dorongan baru,” ujar dia.
Beberapa sektor komoditas yang selama ini sedang terpuruk, sebut Nelson, mulai menggekiat. Seperti sektor pertambangan, kelapa sawit, karena harganya juga mulai meningkat.
“Harga mulai meningkat ya. Kami harapkan semester II mulai positif,” ungkap dia.
Sementara itu, pencapaian kredit macet (NPL/non performing loan) juga lumayan tinggi, kendati masih di bawah target nasional.
“Secara nasional sekarang itu grossnya mendekati 3 persen, tapi kalu bicara net masih di bawah 1,5 persen. Karena pertumbuhan kreditnya sangat lambat jadi pembaginya juga tidak bergerak,” pungkas dia. (Busthomi)
Artikel ini ditulis oleh:
Eka