Karyawan penukaran mata uang asing menunjukkan mata uang dolar dan mata uang rupiah di penukaran uang di Jakarta, Rabu (9/11). Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada saat jeda siang ini kian terpuruk di zona merah. Rupiah ditutup terapresiasi tipis 0,02% atau 2 poin ke level Rp13.084 per dolar AS setelah diperdagangkan pada kisaran Rp13.058 – Rp13.099 per dolar AS. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Pola gerak nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) pada perdagangan hari ini diprediksi masih akan mengalami tren apresiasi yang terbatas. Hal ini terjadi karena memang pola gerak USD masih tertekan di tengah masih belum jelasnya pertemuan The Federal Reserve.

“Saat ini masih belum jelasnya hasil pertemuan The Fed membuat pergerakan USD cenderung terbatas dan diharapkan laju rupiah mulai terapresiasi. Namun tetap cermati berbagai sentimen yang ada,” tandas analis senior dari Bina Artha Securities, Reza Priyambada, di Jakarta, Rabu (14/12).

Saat ini, kata Reza, sentimen ketidakpastian global yang bisa menekan laju rupiah masih tetap terbuka.

Kendati memang, jelang pertemuan The Fed, ternyata laju USD hanya menguat tipis dan sempat melemah. Kondisi ini seiring sikap para pelaku pasar yang khawatir The Fed akan mengubah kebijakan moneternya pada tahun depan setelah kemungkinan akan menaikkan suku bunganya di bulan ini.

“Ternyata, di tengah penantian akan pertemuan The Fed itu, laju rupiah mampu terapresiasi. Kendati memang pelaku pasar teta harus waspadai semtimen yang ada,” tegas Reza.

Kondisi itu memang dipicu oleh katalis global seperti, meredanya sentimen kisruh politik di Italia, adanya kenaikan data-data makro di Inggris, hingga membaiknya data-data China yang membuat pergerakan mata uangnya negara masing-masing dan berimbas positif ke rupiah.

“Untuk itu, diperkirakan rupiah akan bergerak di kisaran level support 13.362 dan rentang resisten di angka 13.319,” ujarnya.

Laju rupiah seperti itu juga, kata dia, ditopang data positif dari China yang merupakan tujuan ekspor utama Indonesia.

Produksi industri China pada November lalu menunjukkan kenaikan 6,2% dibanding tahun lalu, sementara penjualan ritel tumbuh 10,8%. Di Oktober, produksi industri cuma naik 6,1%, sedang penjualan ritel tumbuh 10%.

Sebelumnya, kata dia, pihaknya menegaskan setelah terjadinya penguatan dalam kurun waktu beberapa hari telah membuka peluang pelemahan, terutama jika sentimen yang ada kurang mendukung penguatan tersebut.

Untuk itu, pihaknya tetap menyarankan agar selalu mencermati dan waspada terhadap sentimen yang ada, jika pelemahan kembali terjadi.

“Kami tetap berharap laju rupiah dapat memanfaatkan penguatan terbatas pada laju USD saat ini. Agar terus dapat melanjutkan pergerakan positifnya,” pungkas Reza.

(Laporan: Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh:

Eka