Jakarta, Aktual.co — Pakar Komunikasi Politik Universitas Pelita Harapan, Emrus Sihombing menilai, keteledoran Jaksa Agung HM Prasetyo yang tidak memperhatikan sebuah Peraturan Jaksa Agung (PERJA) dalam membuat Keputusan Jaksa Agung (KEPJA), didasarkan oleh faktor usia.
“Pemimpin yang usianya diatas 60 tahun, justru tidak kreatif lagi, konsentrasi berkurang dan terkesan menjadi pemimpin yang safety player atau status quo. Mereka bermain aman,” ujar dia, di Jakarta, Selasa (17/2/2015).
Oleh karenanya, menurut dia, dalam usia tersebut, sudah tidak pantas lagi menjadi pemimpin sebuah institusi sebesar kejaksaan. “Jika ingin memimpin dalam usia diatas 60, seharusnya daya pikir dan semangatnya meniru Prof Sahetapy yang terkenal tegas dan aktif diusianya,” ucap Emrus.
Selain itu, dirinya juga mengkritisi keputusan Jaksa Agung yang mengeluarkan KEPJA Nomor : Kep-023/A/JA/02/2015 tentang mutasi Kepala Pusat Pemulihan Aset Chuck Suryosumpeno sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku, yang menabrak PERJA Nomor: PER 027/A/JA/10/2014 tentang Pedoman Pemulihan Aset yang telah diundangkan dengan lembaran negara. 
“Sebagai mantan politisi, seharusnya Jaksa Agung harus menghindari kepentingan dan intrik-intrik politik dalam memutasi pejabat kejaksaan. Profesionalitas sebagai Jaksa Agung harus dikedepankan,” jelasnya.
Mutasi jabatan, lanjutnya, harus melihat integritas dan profesional seorang jaksa yang akan dipindahtugaskan. “Model mutasi ‘titipan’ atau atas dasar ketidaksukaan sekarang bukan jamannya lagi. Apalagi yang dimutasi seorang jaksa berprestasi. Didaerah banyak lho jaksa yang berprestasi. Tapi ya gitu, kembali lagi, faktor like and dislike masih ada. Itu harus dihapus,” ungkapnya.
Emrus menambahkan, ketika jaksa itu memiliki prestasi, sudah sepantasnya ditempatkan di posisi yang strategis. “Jangan malah disingkirkan. Terkesan ada upaya pelemahan karakter sifatnya,” pungkasnya.
Sementara itu, peneliti Indonesia Justice Watch, Arief Mutaqqin mengatakan belajar dari pengeluaran KEPJA yang serampangan tersebut, kinerja Jaksa Agung HM Prasetyo harus dievaluasi. “Presiden sudah saatnya mengevaluasi 100 hari kerja Prasetyo. Masa tidak bisa membedakan PERJA dengan KEPJA. Kan aneh. Selama ini kerjanya ngapain saja,” cetus Arief.
Tak hanya itu, terkait mutasi pejabat yakni Chuck Suryosumpeno sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku, bisa jadi nanti semasa tugasnya bernasib sama seperti Hendarman Supandji, mantan Jaksa Agung. “Saat itu Hendarman tidak memiliki Surat Keputusan pengangkatan dirinya sebagai Jaksa Agung, lalu digugat oleh Yusril. Artinya, ketika Chuck menjabat sebagai Kajati Maluku, otomatis semua penetapan tersangka, penahanan dan hal lain terkait kebijakan yang dibuat sebagai Kajati, tidak berlaku. Ini sangat berbahaya,” terangnya.
Dikatakannya, Jaksa Agung harusnya berpikir ke kondisi tersebut. “Jadi jangan asal mengeluarkan KEPJA, tapi tidak membaca aturan atau regulasi yang sudah ada. Sebagai Jaksa Agung, jangan malas untuk membacalah,” kata dia.
Sejatinya, kata dia, jika diperhatikan PPA itu sejajar dengan PPATK. “Kepala PPA itu seharusnya setingkat dengan Ketua PPATK. Seharusnya Chuck itu jadi Ketua PPATK saja,” tandasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby