Jakarta, Aktual.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Tamsil Linrung dalam lanjutan penyidikan tindak pidana korupsi proyek pengadaan e-KTP.
Pada pemeriksaan yang diadakan pada hari ini, Rabu (4/7), KPK memeriksa Tamsil untuk dua tersangka dalam kasus ini, yaitu Irvanto Hendra Pambudi dan Made Oka Masagung.
“Tentang Pak Irvan, keponakan Setya Novanto, tidak kenal dan tidak pernah berinteraksi. Tentang Made Oka juga tidak kenal dan tidak pernah berinteraksi dan bertemu,” kata Tamsil usai diperiksa di gedung KPK, Jakarta.
Selain dua tersangka itu, Tamsil juga mengaku dikonfirmasi oleh penyidik soal pengetahuannya tentang seseorang yang bernama Fahmi. Namun, ia tidak menjelaskan lebih detil mengenai sosok tersebut.
“Tidak tahu sama sekali. Penyidik tahu persis bahwa memang saya tidak tahu dan dia juga tidak tahu saya. Sama dengan Andi Narogong dikonfirmasi juga saya tidak kenal, dia juga tidak tahu saya dan kami tidak pernah bertemu. Made Oka juga seperti itu dan Irvanto,” ucap Tamsil.
Saat proses pembahasan proyek e-KTP, diketahui Tamsil menjabat sebagai Wakil Ketua Banggar DPR. Tamsil mengaku memang saat itu memang ada pembahasan proyek e-KTP.
“Pembahasan e-KTP ya kami bahas bukan pembahasan tetapi menyetujui dan tidak menyetujui apa yang jadi usulan pemerintah disampaikan ke Komisi II. Pimpinan Banggar hanya mengkonfirmasi teknis apa betul sudah dilakukan pembahasan secara detil dan tidak ada masalah,” kata Tamsil.
Sebelumnya, dalam dakwaan terhadap mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Irman dan mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Kementerian Dalam Negeri Sugiharto, nama Tamsil sempat disebut menerima aliran dana proyek e-KTP senilai Rp5,95 triliun.
Tamsil yang saat itu sebagai Wakil Ketua Banggar DPR disebut menerima 700 ribu dolar AS.
Irvanto yang merupakan keponakan mantan Ketua DPR RI Setya Novanto telah ditetapkan bersama Made Oka, pengusaha sekaligus rekan Novanto sebagai tersangka korupsi e-KTP pada 28 Februari 2018 lalu.
Irvanto diduga sejak awal mengikuti proses pengadaan e-KTP dengan perusahaannya, yaitu PT Murakabi Sejahtera dan ikut beberapa kali pertemuan di Ruko Fatmawati bersama tim penyedia barang proyek e-KTP, dan juga diduga telah mengetahui ada permintaan fee sebesar 5% untuk mempermudah proses pengurusan anggaran e-KTP.
Irvanto diduga menerima total 3,4 juta dolar AS para periode 19 Januari-19 Februari 2012 yang diperuntukkan kepada Novanto secara berlapis dan melewati sejumlah negara.
Sedangkan Made Oka adalah pemilih PT Delta Energy, perusahaan SVP dalam bidang investment company di Singapura yang diduga menjadi perusahaan penampung dana.
Made Oka melalui kedua perusahaannya diduga menerima total 3,8 juta dolar AS sebagai peruntukan kepada Novanto yang terdiri atas 1,8 juta dolar AS melalui perusahaan OEM Investment Pte Ltd dari Biomorf Mauritius dan melalui rekening PT Delta Energy sebesar 2 juta dolar AS.
Made Oka diduga menjadi perantara uang suap untuk anggota DPR sebesar lima persen dari proyek KTP-e.
Keduanya disangkakan pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Ant.
Artikel ini ditulis oleh:
Teuku Wildan