Wakil Ketua DPD RI Nono Sampono (kedua kanan), Wakil Ketua DPD RI Sultan Bachtiar Najamuddin (kanan), Gubernur Sulawesi Tenggara Ali Mazi (kedua kiri), dan Sekjen Aspeksindo Sokhiatulo Laoli (kiri) memberi keterangan kepada wartawan usai menggelar High Level Meeting Badan Kerjasama Provinsi Kepulauan dan DPD di Kompleks Parlemen Senayan, Rabu (6/10). AKTUAL/Dok DPD RI

Jakarta, aktual.com – Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, berharap Rancangan Undang-undang tentang Daerah Kepulauan yang diusulkan DPD RI, segera dibahas dan disahkan menjadi Undang-undang.

Menurut LaNyalla, UU itu menjadi jawaban permasalahan daerah kepulauan dalam mengejar ketertinggalan pembangunan fisik dan sumber daya manusia.

Selain itu UU Daerah Kepulauan bisa menjadi pendongkrak kebangkitan perekonomian daerah kepulauan di masa pandemi.

Demikian disampaikan LaNyalla saat membuka High Level Meeting Badan Kerjasama Provinsi Kepulauan dengan DPD RI dan DPR RI di Gedung Nusantara IV, Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (6/10/2021).

“Dengan hadirnya RUU Daerah Kepulauan aksesibilitas terhadap pemenuhan kebutuhan dasar, seperti pendidikan dan kesehatan yang baik, serta produktivitas pulau-pulau kecil, investasi pesisir dan kemandirian ekonomi masyarakat pesisir dapat terwujud,” kata LaNyalla.

High Level Meeting dengan tema ‘Membangun Solidaritas untuk Percepatan Pembahasan dan Pengesahan Rancangan Undang-Undang tentang Daerah Kepulauan’, dilaksanakan untuk memberikan masukan dan dukungan dari daerah provinsi kepulauan, pemerintah kabupaten/kota, dan akademisi terhadap RUU tentang Daerah Kepulauan.

“Sehingga akan menjadi bahan masukan kepada pemerintah agar mempercepat proses pembahasan dan pengesahan RUU tersebut,” ucap Senator asal Jawa Timur itu.

Menurut LaNyalla, DPD RI mengusulkan RUU Daerah Kepulauan karena memandang Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah dipandang belum berpihak kepada wilayah kepulauan. Baik terkait alokasi anggaran dari pusat ke daerah, pemulihan tata kelola wilayah, kewenangan tambahan, dan dukungan pendanaan khusus dalam mempercepat tuntutan pembangunan di daerah kepulauan.

“UU Nomor 23 juga belum memenuhi asas kepastian hukum untuk pengelolaan wilayah laut, dan penyelenggaraan pemerintahan di wilayah kepulauan. Selain itu belum mewadahi berbagai kepentingan dan permasalahan daerah kepulauan dalam mengejar ketertinggalan pembangunan, teknologi, dan sumber daya manusia, demi terwujudnya kesejahteraan masyarakat kepulauan,” paparnya.

“DPD melihat bahwa UU Daerah Kepulauan pun sejalan dengan visi dan misi Presiden untuk menjadikan Indonesia Poros Maritim Dunia dan sebagai wujud kehadiran negara di daerah kepulauan, sebagaimana termaktub dalam Pancasila dan UUD 1945, khususnya Pasal 18A dan Pasal 18B,” imbuhnya.

LaNyalla menjelaskan ada 9 subtansi penting dari RUU tentang Daerah Kepulauan yang semuanya berorientasi kepada paradigma pembangunan Maritim. Di dalamnya juga mengakomodasi 6 elemen penting seperti posisi geografis, bentuk fisik, luas wilayah, jumlah penduduk, karakter pemerintahan dan karakter bangsa.

“Substansi pertama adalah perhatian khusus atas paradigma pembangunan maritim, selain paradigma pembangunan daratan yang sudah ditentukan oleh pemerintah saat ini. Kedua yakni jaminan pemenuhan kebutuhan fisik dasar dan perlindungan dari cuaca ekstrem. Ketiga, adalah pemenuhan layanan pendidikan dasar dan menengah serta kesehatan yang ditanggung oleh negara,” jelasnya.

Keempat, lanjutnya, adalah pendanaan khusus melalui dana khusus kepulauan.
Kelima, RUU tersebut mengatur konsep Dana Khusus Kepulauan (DKK) dengan besaran minimal 5 (lima) persen dari dana transfer umum dari dana alokasi umum dan dana bagi hasil.

“Keenam,
berkaitan dengan perizinan yaitu izin usaha perikanan tangkap, izin pengadaan kapal tangkap ikan, pendaftaran kapal tangkap untuk bobot 30 sampai 60 gross ton, dan penerbitan usaha serta pengolahan hasil perikanan lintas daerah kepulauan, yang menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi Kepulauan,” paparnya.

Ketujuh, mengatur tentang kewenangan tertentu dalam bidang energi dan sumber daya mineral. Kedelapan, adalah tentang kewenangan bidang perdagangan antar pulau skala besar. Sedangkan kesembilan, menyangkut konsepsi bahwa Pulau-pulau Kecil Terluar atau PPKT, adalah aset strategis nasional sebagai penguat
kedaulatan NKRI.

Ditambahkan LaNyalla, RUU usul inisiatif DPD RI tentang Daerah Kepulauan telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Tahun 2021. Namun hingga saat ini belum ada pembahasan di DPR RI, setelah Presiden RI mengeluarkan Surat
Presiden pada bulan Mei 2020, yang menugaskan beberapa Kementerian membahasnya.

“DPD RI berharap dukungan dari Pemerintah Daerah Kepulauan dan Para Akademisi dapat menjadi perhatian khusus bagi Pemerintah agar segera melaksanakan pembahasan RUU Daerah Kepulauan dan segera disahkan,” tegasnya.

Indonesia yang memiliki 16.056 Pulau, dimana 6 juta km persegi wilayah Indonesia berupa laut, menurut LaNyalla, akan terasa janggal jika tidak memiliki Undang-Undang tentang Daerah Kepulauan.

Selain itu percepatan pengesahan UU Daerah Kepulauan penting karena ada 8 Provinsi Kepulauan di Indonesia sudah menunggu kepastian tersebut.

“Yakni Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Maluku Utara, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Tenggara,” ujarnya.

Hadir dalam Hi-Level Meeting Wakil Ketua I DPD RI Nono Sampono, beberapa senator, para anggota DPR, Ketua Badan Kerjasama Provinsi Kepulauan yang juga Gubernur Sulawesi Utara Ali Mazi, Gubernur Maluku Utara, Gubernur Kepri (hadir via zoom meeting), Wagub Babel, Ketua dan Wakil Ketua DPRD Provinsi Maluku, Ketua DPRD Provinsi Maluku Utara, Ketua DPRD Sulawesi Utara, Walikota Tidore, Walikota Ternate, Bupati Buton Selatan, Bupati Wakatobi, Wakil Bupati Konawe Kepulauan, Bupati Seram Barat, Wabup MBD, Wabup Muna, Bupati Buton Utara dan beberapa rektor dari Universitas Bangka Belitung, Universitas Cendana NTT, Universitas Maritim Raja Ali Haji Kepri dan Universitas Khairun Maluku Utara.(*)

Artikel ini ditulis oleh:

Tino Oktaviano