Jakarta, Aktual.com — Komisi Pemberantasan Korupsi masih mendalami Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan, dan keterangan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok terkait penyelidikan pembelian lahan RS Sumber Waras seluas 3,64 hektar.
“Sumber Waras itu sedang diperiksa, Pak Gubernur sudah datang, setelah itu dicocokkan pemeriksaan Pak Gubernur dengan hasil audit BPK dan hasil penyelidikan yang dilakukan KPK,” kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif di gedung KPK, Jumat (15/4).
KPK, kata dia, dipastikan bakal segera mengumumkan hasil penyelidikan kasus ini. “Kalau seandainya nanti hasil penyelidikan KPK dikatakan ini tidak ada tindak pidana korupsinya, pasti diumumkan. Kalau ada tindak pidana korupsinya pasti diumumkan.”
Terlebih, lanjut dia, KPK memiliki banyak data terkait pembelian lahan RS Sumber Waras ini. Sehingga, dalam waktu dekat akan segera diumumkan hasil dari penyelidikian ini.
Dalam kasus pembelian lahan RSSW ini, KPK sudah menggarap Ahok pada Selasa (12/4) selama lebih dari 12 jam. Usai dimintai keterangan, Ahok menuding BPK menyembunyikan data kebenaran karena meminta pemerintah provinsi DKI Jakarta, untuk melakukan sesuatu yang tidak bisa dilakukan yaitu menyuruh untuk membatalkan transaksi pembelian lahan RS Sumber Waras.
Padahal jelas perintah BPK, setidaknya terdapat kecacatan menurut BPK yakni pembelian lahan seluas 3,64 hektar itu merugikan keuangan negara sebesar Rp191 miliar karena membandingkan pada tawaran PT Ciputra Karya Utama ke tahan itu setahun sebelumnya yaitu sebesar Rp 564 miliar. Namun Ahok menilai bahwa tawaran PT Ciputra tersebut terjadi ketika nilai jual obyek pajak belum naik pada 2013. Pada 2014, NJOP naik 200 persen.
Kedua adalah mengenai NJOP yang keliru. Menurut BPK harusnya basis pembelian adalah NJOP memakai Jalan Tomang Utara (sebagai lahan baru yang dibeli pemerintah provinsi DKI Jakarta) yaitu Rp7 juta per meter persegi, bukan Jalan Kyai Tapa sebesar Rp20 juta yang saat ini menjadi lokasi RS Sumber Waras.
Perbedaan ketiga adalah tidak adanya kajian pembelian RS Sumber Waras. Menurut BPK, pemprov DKI terburu-buru membeli lahan itu padahal lokasinya tidak strategis, belum siap bangun, langganan banjir dan tidak mudah diakses.
Keempat, BPK menilai pemprov DKI menunjuk langsung lokasi RS Sumber Waras. Kelima, BPK mengungkapkan bahwa transaksi pembelian tanah antara Yayasan Sumber Waras dan DKI terjadi saat Yayasan masih terikat Akta Perjanjian Perikatan Jual Beli tanah yang sama dengan PT Ciputra Karya Utama.
Artikel ini ditulis oleh:
Wisnu