Jakarta, Aktual.com – Pengamat hukum dari Universitas Indonesia Andri W Kusuma menilai, respons aparat kepolisian yang melarang rencana aksi bela Islam jilid III memperlihatkan pemerintahan Joko Widodo saat ini tengah dalam kondisi panik.
“Negara panik dalam menghadapi aksi 2 Desember. Buktinya pernyataan yang dilontarkan Kapolri maupun Panglima TNI bahwa aksi itu diduga akan ditunggangi pihak-pihak tertentu, kemungkinan makar, dan sampai melarang aksi tersebut. Apalagi Kapolri terpaksa harus road show ke beberapa pihak dan lain-lain,” kata Andri di ketika dihubungi, Selasa (22/11).
Andri mengatakan, seharusnya jika Indonesia sebagai negara besar, aparat nagara baik Polri maupun TNI harus siap setiap saat dalam menghadapi dan mengantisipasi segala aksi, baik aksi damai maupun bertentangan dengan hukum dan konstitusi.
Andri menduga, kepanikan dan kegamangan ini disebabkan tidak diberdayakan peran Badan Intelijen Negara secara maksimal. “Seharusnya, implementasi peran BIN harus maksimal karena peran itu sangat penting. BIN tidak hanya bergerak masalah terorisme, tapi masalah bangsa ini secara keseluruhan.”
“Ini pentingnya penambahan kewenangan pada BIN seperti temporary detention untuk kepentingan interogasi. Karena memang kegiatan utama BIN yaitu melakukan Lid Pam Gal ini harus didukung dengan kewenangan-kewenangan tertentu agar lebih efektif dan efisien.”
Diketahui, jelang pelaksanaan aksi demonstrasi damai bela Islam jilid III yang akan digelar gerakan nasional pembela fatwa MUI terhadap kasus penistaan agama oleh Ahok pada Jumat (2/12) dianggap pemerintah sebagai aksi makar.
Laporan: Novrizal Sikumbang
Artikel ini ditulis oleh:
Novrizal Sikumbang
Wisnu