FILE - This Sept. 28, 2001, file photo of Muslim Uighur men emerging from the Id Kah mosque after prayers, in Kashgar, in China's western Xinjiang province Friday, Sept. 28, 2001. This weekend's bloody riot in China's Muslim far west carries disturbing reminders of anti-Chinese violence in another troubled region -- Tibet -- and shows how heavy-handed rule and radical resistance are pushing unrest to new heights. The clash between ethnic Muslim Uighurs and China's Han majority in Xinjiang that left at least 140 dead signaled a new phase in a region used to seeing bombings and assassinations by militant separatists but few mass protests. (AP Photo/Greg Baker,file)

Jakarta, Aktual.com — Larangan puasa Ramadhan di Xinjiang, China terhadap kelompok minoritas Muslim Uighur, memicu reaksi dan protes keras dari berbagai kalangan. Tak terkecuali Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI).

Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri PP KAMMI, Adhe Nuansa Wibisono mengatakan kebebasan dalam menjalankan praktik keagamaan adalah hak dasar yang dimiliki oleh setiap manusia. Hak ini telah dijamin oleh Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia serta Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik yang telah diadopsi oleh hukum di banyak negara.

“KAMMI mengecam keras sikap diskriminatif dan represif pemerintah China yang tidak menghormati hak dasar manusia,” kata Wibi dalam keterangan tertulis kepada Aktual.com, Jumat (10/6).

Lebih lanjut, Wibi mengingatkan agar pemerintah di berbagai belahan dunia waspada dalam hubungan dengan rezim pemerintahan China yang telah berani menginjak-injak konstitusinya sendiri. Pada pasal 36 telah menyatakan bahwa warga Republik Rakyat China menikmati kebebasan beragama, dan negara melindungi kegiataan keagamaan.

“Larangan tersebut merupakan bentuk pelanggaran HAM dan sikap diskriminatif pemerintah China terhadap kelompok minoritas, China tidak layak diikutsertakan dalam pergaulan Internasional karena dia telah mengingkari Konvensi HAM Internasional,” pungkas Wibi.

Ketua Departemen Dunia Islam PP KAMMI, Susanto Triyogo, menambahkan, pemerintah Indonesia diminta segera mengambil sikap terhadap persoalan ini.

“Sebagai negara mayoritas muslim terbesar di dunia dan sekaligus contoh keberagaman agama serta menjunjung tinggi Bhinneka Tunggal Ika, maka Presiden Joko Widodo dan DPR RI harus bersuara tegas terhadap pemerintah China, karena hal ini merupakan amanat pelaksanaan Pembukaan UUD 1945 yakni menjaga ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan dan perdamaian abadi,” tandas Susanto.

Artikel ini ditulis oleh:

Dadangsah Dapunta