DR. Paranietharan, WHO Representative For Indonesia, sedang memberikan penjelasan dalam sebuah diskusi terkait virus corona tipe baru (COVID-19) di Jakarta, Kamis (5/3) (ANTARA/Zita Meirina)
DR. Paranietharan, WHO Representative For Indonesia, sedang memberikan penjelasan dalam sebuah diskusi terkait virus corona tipe baru (COVID-19) di Jakarta, Kamis (5/3) (ANTARA/Zita Meirina)

Jakarta, aktual.com – Presiden Joko Widodo pada Senin (2/3) mengumumkan dua Warga Negara Indonesia dinyatakan positif terjangkit virus corona tipe baru (COVID-19) dan sontak membuat hingar bingar jagad pemberitaan komersial di media online, televisi hingga media sosial,riuh meramaikan lalu lintas informasi.

Wajar bila kabar dua orang WNI terinfeksi corona kemudian menjadikan masyarakat kaget, cemas, dan takut bakal meluasnya penularan virus corona tersebut hingga sebagian masyarakat kemudian panik dan secara spontan kemudian menyerbu supermarket di sejumlah tempat di wilayah Jakarta.

Kepanikan menghadapi ancaman virus corona diekspresikan dengan berbagai cara oleh masyarakat. Ada yang langsung panik memborong bahan makanan dan kebutuhan kesehatan lainnya. Foto-foto para “pemburu” masker dan kebutuhan lainnya tersebut menjadi viral karena diunggah di sejumlah media online dan medsos.

Belum lagi sejumlah apotek, toko obat hingga Pasar Pramuka, Jakarta Timur, yang kondang sebagai pusat jual beli kebutuhan medis, ikut diserbu masyarakat sekalipun harga masker langsung meroket dan harus ditebus dengan harga yang tidak wajar, bahkan tidak masuk akal.

Hilangnya masker dari apotek, toko obat dan pusat perbelanjaan lainnya, pada kenyataannya tidak dibarengi dengan pemanfaatan fungsi masker itu sendiri. Penggunaan masker sebagai pelindung saat berada di pusat-pusat keramaian atau di berbagai moda transportasi belum dilakukan secara benar.

Dalam kampanye kesehatan mencegah COVID-19 disebutkan pemanfaatan masker yang tepat adalah bagi orang yang sakit, dan bagi mereka yang merasa sehat tidak terlalu bermanfaat. Fakta yang kini terjadi di pusat keramaian dan moda transportasi justru orang yang sehat dan takut tertular penyakit kemudian memakai masker dan sebaliknya orang sakit batuk, pilek malah membiarkan virusnya menyebar.

Fenomena memborong masker, cairan antiseptik pencuci tangan, menular ke kota-kota lainnya di Indonesia, bahkan kelangkaan masker dijadikan kesempatan berbuat curang. Aparat kepolisian telah menangkap sejumlah oknum yang diduga menimbun masker, antara lain di Makassar, Madiun, Tangerang, dan Jakarta.

Media sosial menjadi ajang paling ramai untuk mengekspresikan segala hal terkait “COVID-19”, dan mendadak semua orang bertindak layaknya dokter, ahli gizi atau ahli agama dengan berbagai kiat, wejangan, nasihat hingga sebagai pecundang dengan menyebarkan informasi hoaks.

Sayangnya, potret kepanikan sebagian warga masyarakat yang justru sangat lekat dalam ingatan semua orang karena berkali-kali ditampilkan, disebar dan ditayangkan berulang-ulang, baik melalui media resmi maupun media sosial, sehingga seolah-olah situasi sudah darurat.

Padahal pembaruan informasi dari pihak berkompeten terus menerus disampaikan, termasuk berbagai imbauan, kiat dan petunjuk menghadapi ancaman virus corona dengan cara mudah diperoleh masyarakat.

Bahkan, sejumlah perusahaan berinisiatif membuat panduan agar karyawan dan masyarakat tidak perlu panik dan mencegah terinfeksi virus corona dengan menyebarkan kiat-kiat menjaga kebersihan diri melalui informasi di whatsapp grup, memasang pamflet, menyebarkan brosur hingga menyediakan cairan antiseptik pembasuh tangan tanpa cuci di lokasi strategis.

Pengumuman yang langsung disampaikan oleh Presiden Jokowi sejatinya menjadi momen bagi seluruh anggota masyarakat di Tanah Air untuk lebih mawas diri dan menjaga diri dan keluarganya.

Perilaku bersih

Indonesia kini menjadi salah satu negara dari 77 negara -data 4 Maret 2020 – terdampak virus corona tipe baru atau COVID-19, sebab faktanya tidak ada negara yang bisa menolak masuknya virus tersebut.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) meminta agar masyarakat mendukung pemerintah dalam menghadapi dan mencegah meluasnya virus itu. Imbauan tersebut disampaikan mengingat cepatnya perkembangan kasus corona dalam hitungan hari meluas ke berbagai negara, kecuali di Antarthika.

Direktur Jenderal (Dirjen) WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus memberi peringatan bahwa akan menjadi kesalahan fatal bagi negara manapun untuk beranggapan tidak akan terkena virus corona.

Apalagi hingga kini belum ditemukan vaksin untuk mengatasi COVID-29. WHO menyatakan vaksin virus ini kemungkinan baru tersedia dalam 10 bulan sampai 12 bulan ke depan dan vaksin akan disebar setelah WHO benar-benar memastikan kalau penemuan tersebut aman untuk digunakan manusia.

Pemerintah Indonesia, WHO dan negara-negara terdampak tengah berupaya mencari solusi mengatasi COVID-19 agar tidak bertambah meluas, sementara masyarakat diharapkan untuk melakukan pencegahan mandiri dan self isolation bila ada anggota keluarganya memiliki gejala demam, batuk dan sesak nafas.

Di saat dunia dilanda kepanikan karena korban yang terus berjatuhan sementara obat belum ditemukan, di Indonesia ramai oleh informasi dan berita soal manfaat tanaman obat jenis rimpang, seperti jahe, kunyit dan temulawak untuk melawan virus corona.

Meski jenis rempah-rempahan tersebut belum terbukti mampu melawan virus corona, namun mengonsumsi air rebusan dari tanaman obat tersebut dapat dilakukan dengan tetap menjalani perilaku bersih dan hidup sehat.

COVID-19 yang menjadi momok bagi bangsa di seluruh dunia bisa dilawan dengan memulai, membiasakan atau melanjutkan perilaku bersih dan hidup sehat yang dimulai dari keluarga sebagai unit masyarakat terkecil.

Suami, istri dan anak-anak serta kerabat terdekat yang tinggal bersama perlu saling mendukung untuk membiasakan berperilaku sehat dan hidup bersih agar kebiasaan tersebut dapat diterapkan ke unit yang lebih besar, seperti sekolah, kampus, tempat bekerja dan hingga ketika berada di area publik.

WHO memberikan beberapa kiat yang sejatinya sederhana untuk melindungi diri dari COVID-19, antara lain mencuci tangan dengan sabun dan air bersih yang mengalir hingga seluruh bagian tangan, termasuk punggung tangan dan sela jari-jari ikut dicuci setidaknya 20 detik.

Berikutnya, menutup mulut dan hidung jika batuk dengan menggunakan tisu saat batuk atau bersin. Kemudian buang tisu ke tempat sampah dan cuci tangan. Apabila tidak memiliki tisu, gunakan siku untuk menutupnya, ketimbang menggunakan telapak tangan.

Selanjutnya, mengurangi berpergian ke tempat keramaian jika tidak memiliki kepentingan mendesak serta menghidanri kontak langsung di tempat keramaian.

Budaya timur

Indonesia sudah terdampak COVID-19, sementara beberapa kiat dari WHO yang berlaku universal itu, ada di antaranya yang menimbulkan rasa sungkan alias “ewuh pakewuh”, untuk dilaksanakan oleh masyarakat Indonesia, seperti menghindari untuk bersalaman dengan saling menyentuh tangan.

Apalagi, di sejumlah sekolah membiasakan siswa siswi untuk mencium tangan guru pada saat datang ke sekolah. Demikian juga, antara orang muda kepada orang yang lebih tua, bersalaman sebagai tanda keakraban menjadi kebiasaan melekat dalam keseharian orang Indonesia.

Rasa sungkan masyarakat timur juga tercermin saat akan menegur orang yang batuk keras, bahkan hingga membuang dahak atau ludah sembarang di tempat umum. Negara tetangga Singapura sudah sejak lama melarang orang membuang ludah sembarang dan sanksinya denda yang tidak kecil.

Merebaknya virus corona ditengarai berasal dari pasar hewan di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, China, akibat kondisi pasar yang lembab dan kurangnya kebersihan. Berkaca dari kasus itu, kata bersih sejatinya bisa mendorong masyarakat untuk melawan penyakit itu dengan berusaha dan tetap bersandar pada ajaran agama bahwa “kebersihan adalah sebagian dari iman.”

Artikel ini ditulis oleh:

Eko Priyanto