Jakarta, Aktual.com-Sejumlah aktivis, budayawan, dan akademisi membentuk wadah perjuangan bernama JAGA INDONESIA, dengan tujuan untuk mencegah dan menanggulangi segala bentuk tindakan radikalisme dan intoleransi yang dapat mengancam keutuhan NKRI.

Salah satu penggagas JAGA INDONESIA, Boedi Djarot mengatakan, wadah ini bukanlah organisasi masyarakat, tetapi merupakan program dukungan (supporting programe).

“JAGA INDONESIA adalah gerakan yang siap secara mental dan fisik merajut kembali nilai-nilai budaya luhur bangsa yang terkoyak oleh perilaku politik kelompok tertentu yang mengedepankan radikalisme dan intoleran dalam perjuangan politiknya, dan mengancam keutuhan NKRI seperti adanya keinginan untuk menjadikan Indonesia sebagai negara khilafah,” kata Boedi di Jakarta Pusat, Kamis (8/6).

Boedi menjelaskan, dalam menjalankan kegiatannya. JAGA INDONESIA tidak membenarkan segala bentuk perilaku politik yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD l945 berada dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di lndonesia.

“Tidak ada kompromi dan toleransi terhadap perjuangan politik apapun yang ingin menggantikan Pancasila dan UUD 45 dengan ideologi lain dan sistem pemerintahan apapun,” tegasnya.

Sementara itu, Mohamad Sobary mengatakan “Jaga Indonesia” merupakan ungkapan kata-kata yang sangat serius dan tidak main-main. Dia berharap, gerakan Jaga Indonesia dengan semboyan”Jangan Ganggu Indonesiaku” ini bukan sekadar kata-kata “lamis” yang hanya manis di bibir tetapi merupakan ungkapan yang sungguh-sungguh lahir dari lubuk hati yang paling dalam karena didorong oleh suatu tekad untuk menjaga Indonesia dari berbagai ancaman dan gangguan.

Menurut Sobary, gangguan dan ancaman yang tengah dihadapi bangsa ini antara lain adalah gerakan radikalisme yang mengatasnamakan Islam. Mereka menebarkan kebencian terhadap agama lain dan melakukan tindak kekerasan untuk memaksakan kehendak.

“Tapi pakah benar mereka itu Islam”, tanya Sobary.

Namun, untuk melawan kelompok radikal, menurut Sobary tidak perlu menggunakan cara- cara kekerasan. Kekerasan tidak perlu dibalas dengan kekerasan. Kecuali terpaksa. Lebih baik melawan dengan pemikiran.

Terkait dengan HTI, mantan orang nomor satu di LKBN ANTARA ini mendukung langkah pemerintah untuk membubarkan HTI karena memiliki faham yang bertentangan dengan ideologi Pancasila dan prinsip-prinsip kebangsaan lainnya. Lebih lanjut, dia mengungkapkan, Hizbut Tahrir telah di tolak di negerinya sendiri. Keberadaan organisasi Hizbut Tahrir juga diusir dari sejumlah negara. Tapi mengapa di Indonesia justru dibiarkan bebas.

Di tempat yang sama, sejarawan dari Universitas Indonesia yang juga alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Peter Kasenda menegaskan proses terbentuknya negara Indonesia sebenarnya bangsa terlebih dahulu, baru kemudian negara. Sebagai bangsa, Indonesia sudah terbentuk dan dideklarasikan pada tahun 1928. Sedangkan Indonesia sebagai negara dideklarasikan pada tahun 1945.

Yang perlu dipahami bahwa Pancasila yang menjadi dasar negara sejak 1945 sampai sekarang ini merupakan hasil konsensus nasional yang sudah disepakati bersama. Perdebatan panjang soal ideologi Pancasila sudah diakhiri dengan sebuah konsensus bersama.

Sementara itu, peneliti senior Indonesian Public Institute (IPI) Karyono Wibowo yang juga inisiator Jaga Indonesia mengatakan, untuk menangkal gerakan radikalisme salah satunya menanamkan nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara melalui sistem pendidikan dan kebudayaan. Begitu juga, penanaman nilai-nilai nasionalisme dan bhineka tunggal ika. Oleh karena itu, peran Unit Kerja Presiden Pemantapan Ideologi Pancasila (UKP PIP) yang dibentuk oleh Presiden Jokowi harus menjawab permasalahan tersebut. Tantangan terbesarnya adalah melakukan penbinaan terhadap kelompok organisasi radikal yang sudah militan secara ideologis.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Bawaan Situs