Jakarta – Perseteruan antara Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI dengan Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang, masih belum berakhir.
Baru-baru ini, KPU telah menyisihkan nama OSO dari daftar calon tetap (DCT) DPD untuk Pemilu 2019. Meskipun bertentangan dengan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, KPU berdalih jika OSO belum mengundurkan diri dari jabatannya di Hanura dalam batas waktu yang telah ditentukan sebelumnya.
Tak lama kemudian, pihak OSO pun melaporkan KPU kepada Bareskrim Polri.
KPU pun bukan berdiam diri karena telah bersiap-siap diri dengan menyiapkan sejumlah jawaban dan dokumen yang diperlukan sebagai dasar dari kebijakan menggusur OSO dari DCT DPD.
Komisioner KPU, Wahyu Setiawan menegaskan, pihaknya siap mempertanggungjawabkan keputusan yang telah diambil dengan tidak memasukkan nama OSO ke dalam daftar calon tetap (DCT) anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
“Kita kan sudah persiapkan dokumen yang diperlukan, mulai dari dokumen awal, sampai akhir. Kami sudah siapkan,” ujar Wahyu Setiawan di Kantor KPU, Jakarta, Rabu (26/12).
Ia mengatakan, jawaban dan dokumen tersebut hanya satu karena substansi laporan OSO ke Bawaslu dan Bareskrim kurang lebih sama.
Hingga kini, lanjutnya, KPU belum mendapatkan surat panggilan resmi dari Bawaslu dan kepolisian.
“Belum ada panggilan dari Bawaslu dan kepolisian terkait Pak OSO. Kami mencermati dinamika yang ada,” ujar Wahyu.
Keputusan KPU tidak memasukan OSO ke dalam DCT, kata Wahyu, merupakan keputusan yang bulat yang diambil saat pleno. Pasalnya, sampai dengan tanggal 21 Desember 2018, OSO tidak menyerahkan surat pengunduran diri dari partai politik.
“Melalui rapat pleno yang diputuskan secara bulat, KPU memutuskan OSO tidak masuk DCT anggota DPD. Itu keputusan yang diambil secara bulat,” tegas dia.
OSO dipastikan tidak akan masuk dalam surat suara calon anggota DPD Pemilu 2019 yang sudah melalui tahapan validasi. Surat suara tersebut bakal dicetak pada pertengahan Januari 2019. Hingga kini, surat suara calon anggota DPD Pemilu 2019 masih tanpa ada nama OSO.
Lantaran tak dimasukkan ke dalam DCT, OSO melalui pengacaranya telah melaporkan KPU ke Bawaslu dan Bareskrim. Laporan OSO ke Bawaslu terkait dugaan pelanggaran administrasi dan pelanggaran pidana pemilu.
Sedangkan laporan ke Bareskrim terkait dengan tindakan KPU yang tidak menjalankan putusan pengadilan, yakni putusan PTUN Jakarta.
Di tempat yang sama, Ketua KPU Arief Budiman mengatakan pihaknya siap mempertanggungjawabkan setiap kebijakan dan keputusan yang diambil. Jika ada pihak yang lapor, kata Arief, maka hal tersebut merupakan resiko yang harus dihadapi.
“Jadi ya apapun resikonya, ya harus bertanggung jawab. Kan kebijakannya sudah dibikin, Anda harus tanggung jawab. Nah saya KPU yang membuat kebijakan, ya harus bertanggung jawab terhadap kebijakan yang dia buat,” pungkas dia.
Artikel ini ditulis oleh:
Teuku Wildan