Jakarta, Aktual.com – Kebijakan Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dalam menata Jakarta dianggap sering kontra produktif dan tak mengindahkan dampak lanjutan, khususnya dampak sosial.
Peneliti Pusat Kajian Politik dan Kebijakan Strategis, Ahmad Nasuhi, kebijakan semacam itulah yang membuat perlawanan dilakukan warga Jakarta, misal lewat gugatan di pengadilan.
Yang terbaru, gugatan yang dilakukan Yusril Ihza Mahendra untuk mewakili warga Bidara Cina, Jatinegara, Jakarta Timur. Yang terbukti berhasil di PTUN dengan nomor gugatan 59/G/2016/PTUN-JKT.
“Ini menunjukkan ada yang salah dari kepemimpinan Ahok. Dan ini tidak bagus ke depan jika kebijakan Ahok seperti itu terus dilanjutkan,” kata Nasuhi dalam siaran pers yang diterima Aktual.com, di Jakarta, Minggu (8/5).
Menurut dia, untuk menata Jakarta tidak hanya butuh ketegasan, tetapi juga harus berkeadilan. Jakarta saat ini bukan saja milik satu kelompok tertentu tetapi milik semua kelompok. Karena itu kebijakan-kebijakan gubernur Jakarta harus berkemanusian dan berkeadilan.
Lebih jauh Nasuhi mengatakan selama ini kebijakan Ahok terkesan serampangan. Dia mencontohkan beberapa kasus lain yang menempatkan Yusril sebagai kuasa hukum menghadapi kebijakan Ahok.
Kasus Pengelolaan TPST Bantar Gebang. Dimana Ahok berencana mumutus kontrak. Namun belakangan dia malah mengeluarkan SP3 karena takut digugat. Apalagi yang menggugat adalah Yusril sebagai kuasa hukum dari PT. Godang Tua Jaya.
Kasus lainnya, rencana Ahok menggusur Kampung Luar Batang. Ratusan warga Kampung Luar Batang yang diwakili ketua RT, RW serta pengurus Masjid Keramat Luar Batang, menjadikan Yusril sebagai kuasa hukum.
Dengan menyerahkan 200 lebih berkas pada Yusril. Berkas itu berisi fotocopy surat tanah, PBB, akte jual beli, ex verponding (semacam surat legal hak bukti kepemilikan pada zaman Belanda) sertifikat tanah, KTP dan KK.
Yusril menegaskan siap pasang badan melawan Ahok. Dia meminta Pemprov DKI tidak semena-mena mengklaim tanah Kampung Luar Batang sebagai milik Pemda.
Alasan Yusril, sebagian masyarakat mempunyai alat bukti hak atas tanah berupa sertifikat hak guna bangunan girik dan lain-lain.
Luar Batang, katanya, pada tahun 1730 dibeli oleh Habib Husein Bin Abu Bakar Alaydrus. Dan diberikan hak oleh pemerintah Hindia Belanda untuk membangun Masjid. “Tak heran jika Ahok makin terpojok, bisa-bisa dia (Ahok) kalah telak lawan Yusril itu,” tandas Nasuhi.
Artikel ini ditulis oleh: