Jakarta, Aktual.com — Pemerintah dinilai tidak transparan dalam menindak pelanggaran lingkungan yang diakibatkan dari reklamasi Teluk Jakarta. Keputusan moratorium yang diambil oleh Menteri Koordinator Maritim dan Sumberdaya Rizal Ramli, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Noerbaya dan Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti disebut hanyak akal-akalan.
“Ini penting keterbukaan, supaya kita sebagai masyarakat bisa memberikan masukan. Kalau terjadi pelanggaran harus ditegakan hukumnya, misalnnya pelanggaran lingkungan,” ujar Pengacara Publik Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Tigor Hutapea, di dalam acara konfrensi pers di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (8/5).
Pemerintah pusat dan Pemrov DKI Jakarta tidak pernah melibatkan masyarakat pesisir pantai Utara Jakarta dalam menerbitkan izin reklamasi. Termasuk saat mereka memutuskan untuk menghentikan sementara proyek senilai Rp500 triliun itu. Padahal masyakat adalah korban pertama saat kebijakan itu disepakati dengan pengembang.
“Tidak pernah melibatkan masyarakat dalam proses moratorium, padahal reklamasi bedampak berdampak pada lingkungan dan nelayan,” tambahnya.
Tigor menilai kebijakan moratorium hanya merupakan cara pemerintah untuk membungkam kelompok anti reklamasi. Pasalnya hingga kini pengerukan material pasir untuk reklamasi terus dilakukan oleh pengembang.
“Pembangunan Pulau G masih berlangsung. Saat ini kita masih bisa lihat dua kapal masih berlalu lalang melakukan pengambilan pasir di Pulau Lontar, Pulau Tundak dan Pulau Seribu,” pungkasnya.
Artikel ini ditulis oleh: