Jakarta, Aktual.com – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta berpendapat relokasi ke rumah susun (rusun) bukan solusi bagi warga Jakarta yang jadi korban gusuran.

“Nggak bisa semua masalah dianggap selesai dengan adanya rusun buat korban gusuran,” ucap Alldo Fellix Januardy dari Divisi Penelitian dan Pusat Dokumentasi Bantuan Hukum LBH Jakarta kepada Aktual.com, Jakarta, Rabu (24/2).

Dengan merelokasi secara paksa warga ke rusun, kata dia, artinya Pemprov DKI memaksa warga untuk mendapat pendapatan yang lebih rendah.

Hal itu, ujar dia, diketahuinya dari keluhan para warga korban gusuran langsung yang sudah dipindah ke rusun. “Mereka merasa pendapatannya menurun. Karena mereka bekerja di tempat yang lama dan pasti karena pindah mereka butuh ongkos lebih,” kata dia.

Ada juga warga yang tadinya buka usaha di tempat asal, tidak bisa lagi lakukan itu saat sudah dipindah ke rusun.

Selain ekonomi, Alldo menambahkan, rusun tidak mampu menjawab persoalan perubahan sistem sosial budaya yang sudah lama terbangun di lingkungan lama mereka. “Aktivitas kebudayaan yang mereka lakukan di perkampungan tidak mungkin seluruhnya dapat mereka lakukan di rumah susun,” jelasnya.

Padahal, menurut Alldo, aktivitas kebudayaan adalah salah satu unsur kelayakan sebuah tempat tinggal. “Undang-Undang Nomor 11 tahun 2005 tentang pengesahan konvensi Internasional atas hak-hak ekonomi sosial dan budaya, yang menjamin setiap warga memiliki kehidupan dan perumahan yang layak,” kata dia.

Sayangnya, ujar dia, Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) tidak pernah berpikir sampai sejauh itu. “Nah, Ahok gak mikirin rumah yang layak berdasarkan standar PBB itu kayak apa,” kata dia.

Artikel ini ditulis oleh: